Teladan Pemimpin Itu Bernama Ibrahim
Jumat, 25-09-2015 - 20:01:53 WIB
|
Ilustrasi
|
"Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) 'Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim'. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman." (QS. Ash-Shaffat: 108-111)
Salah satu kisah yang tidak pernah terlewat dalam peringatan Hari Raya Idul Adha adalah kisah tentang Nabi Ibrahim a.s. Ya, momen Idul Adha memang identik dengan kisah Nabi Ibrahim a.s., mulai dari syariat pelaksanaan haji hingga pemotongan hewan qurban.
Keteladanan Nabi Ibrahim a.s. tercermin dari banyaknya kisah hikmah perjalanan Nabi Ibrahim, yang tidak hanya dimuat dalam Al Qur’an, tetapi terdapat pula pada kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Kitab Injil termasuk Injil Barnabas, hingga kisah-kisah Israiliyat. Nama 'Ibrahim' sendiri disebut sebanyak 62 kali di 24 surah dalam Al Qur’an, jumlah ayat yang menceritakan kisah beliau tentu lebih banyak lagi.
Salah satu keteladanan Nabi Ibrahim a.s. adalah dari sisi kepemimpinan beliau. Allah SWT langsung yang memilih beliau sebagai pemimpin umat manusia, dengan firman-Nya: "Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.
Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang dzalim". (QS. Al Baqarah: 124). Nabi Ibrahim a.s. memenuhi seluruh kualifikasi penting figur pemimpin yang layak dijadikan teladan.
Berjiwa Bersih dan Ta'at Kepada Allah
Pemimpin harus memiliki fondasi spiritualitas yang baik. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)." (QS. An Nahl: 120). Hanif artinya bertekad mengikuti kebenaran dan jalan yang lurus.
Nabi Ibrahim adalah seorang yang berpegang teguh terhadap kebenaran, tidak berpaling untuk meninggalkannya, dan memiliki pemahaman agama yang lurus. 'Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik." (QS. Ali Imran: 67)
Nabi Ibrahim a.s. lahir di tengah keluarga dan masyarakat penyembah berhala, tentu membutuhkan jiwa yang sangat bersih dan komitmen kuat untuk menemukan hidayah dan mempertahankan keimanannya. Dan kejernihan hati inilah yang membuat Nabi Ibrahim a.s. menjadi Hamba Allah yang sangat ta'at. 'Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: 'Tunduk patuhlah!', Ibrahim menjawab: 'Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam'." (QS.Al Baqarah: 131).
Ketundukan penuh keyakinan dan keikhlashan inilah yang mengantarkan beliau memperoleh posisi mulia di hadapan Allah SWT. Aspek spiritualitas inilah yang membuat seorang pemimpin senantiasa tegar menghadapi berbagai ujian dan cobaan. Keta'atan inilah yang menjadi alasan hadirnya pertolongan Allah SWT.
Selamatnya Nabi Ibrahim a.s. ketika dibakar hidup-hidup seperti dikisahkan dalam Surah Al Anbiya adalah buah dari keyakinan ini. Dikabulkannya do'a beliau untuk memperoleh keturunan yang shalih di usianya yang sudah lanjut adalah buah dari keikhlashan ini.
Selamatnya Hajar dan Ismail ditinggal di tengah gurun tandus ataupun selamatnya Ismail ketika disembelih adalah buah dari keta'atan. Karena Allah SWT akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan keta'atan itu berbuah hikmah. Dari keta'atan meninggalkan anak isteri tercinta dikenal istilah sa'i dan air zamzam, bahkan lahirlah peradaban di Mekkah. Dari keta'atan menyembelih Ismail, sempurnalah syariat haji dan qurban.
Cerdas dan Berani
Pemimpin harus memiliki kecerdasan dan keberanian, tidak hanya salah satunya. Tidak sedikit orang yang memiliki kemampuan intelektual namun tidak memiliki keberanian, segudang idenya pun hanya menjadi setumpuk angan. Hasilnya adalah pemimpin yang gemar berandai-andai untuk kemudian menyesal. Ada pula yang sekedar memiliki keberanian tanpa perhitungan, yang terjadi hanya kesia-siaan, pemborosan, bahkan kerusakan. Pemimpin modal nekat dan mengandalkan keberuntungan.
Kecerdasan dan keberanian Nabi Ibrahim a.s. sudah tumbuh sejak beliau masih belia. Hal ini jelas tampak dari dialog Ibrahim kecil dengan ayahnya tentang konsep ketuhanan seperti tertuang dalam Surah Maryam atau dalam upaya beliau mencari Tuhan seperti dikisahkan cukup panjang dalam Al Qur'an surah Al An'am.
Dalam berbagai referensi terdahulu, misalnya dalam Injil Barnabas, dikisahkan dialog panjang Ibrahim kecil dengan ayahnya yang selalu berakhir dengan ancaman atau pemukulan Ibrahim kecil karena ayahnya kehabisan argumen. Keluarga Nabi Ibrahim a.s. cukup dihormati, butuh upaya lebih untuk menentang penyimpangan dari keluarganya dan sistem masyarakat yang rusak.
Kecerdasan dan keberanian Nabi Ibrahim a.s. juga tercermin di Surah Al Anbiya dalam peristiwa penghancuran berhala yang dilakukannya yang berujung pada pembakaran dirinya hidup-hidup. Atau dalam perdebatan beliau dengan Raja Namrud seperti dikisahkan dalam firman Allah, "Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: 'Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan.' Orang itu berkata: 'Saya dapat menghidupkan dan mematikan'. Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat', lalu heran terdiamlah orang kafir itu, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim." (QS. al-Baqarah: 258)
Komentar Anda :