Hikmah KH Ilyas dan Ali bin Abi Thalib: Jangan Tunda Kebaikan, Karena Setiap Hari Adalah Peluang
Riau12.com-Mencari dan menetapkan hari baik untuk melakukan sesuatu sudah menjadi kebiasaan sebagian masyarakat Indonesia. Demi menunggu datangnya “hari baik”, tak jarang seseorang rela menunda pekerjaan baik, bahkan berbulan-bulan lamanya.
Tradisi ini tidak hanya hidup di kalangan masyarakat tradisional. Dalam situasi tertentu, orang-orang berpendidikan, pejabat, hingga akademisi yang dikenal rasional pun terkadang ikut mengamalkannya.
Namun, pandangan berbeda datang dari Almarhum KH Ilyas Syarqawi, ulama kharismatik dari Pondok Pesantren An-Nuqoyah Guluk-guluk, Sumenep, Madura.
Suatu hari, seorang keponakan beliau datang menanyakan waktu terbaik untuk berangkat mondok. KH Ilyas kemudian bertanya, “Kamu sendiri berencana kapan berangkat?”
Sang keponakan menjawab hari Senin, namun masih ragu antara Rabu atau Jumat. Dengan tenang KH Ilyas menjawab, “Hari Senin baik. Hari Rabu baik. Jumat juga baik.”
Tak puas, sang keponakan kembali menyebut hari-hari lain, dan KH Ilyas tetap memberikan jawaban yang sama. Hingga akhirnya beliau menegaskan, “Semua hari baik untuk berbuat kebaikan.”
Jawaban sederhana itu mencerminkan pandangan modern seorang kiai tradisional di masa awal kemerdekaan Indonesia. Meski hidup di lingkungan kampung terpencil, beliau menunjukkan sikap terbuka dan progresif terhadap makna waktu dan amal.
Pandangan ini sejalan dengan hikmah yang diriwayatkan dari sahabat Nabi Muhammad SAW, Ibnu Abbas. Ketika ditanya tentang hari, bulan, dan pekerjaan terbaik, Ibnu Abbas menjawab, “Hari Jumat, bulan Ramadhan, dan shalat wajib lima waktu.”
Beberapa hari setelah Ibnu Abbas wafat, jawaban itu disampaikan kepada Ali bin Abi Thalib. Sahabat Nabi yang dikenal cerdas itu kemudian berkata, “Kalau saja para ulama dari Timur hingga Barat ditanya, pasti mereka menjawab seperti Ibnu Abbas. Namun bagiku, pekerjaan terbaik adalah yang diterima Allah, bulan terbaik adalah saat kamu mulai taubat nashuha, dan hari terbaik adalah hari ketika kamu meninggal dalam keadaan beriman.”
Baik KH Ilyas maupun Ali bin Abi Thalib menegaskan satu makna besar: hari yang baik bukan ditentukan oleh kalender atau perhitungan, melainkan oleh kebaikan yang kita lakukan di hari itu.
Menunda amal kebaikan hanya karena menunggu hari baik sama saja menyia-nyiakan kesempatan yang sudah ada. Sebab setiap hari, siang maupun malam, menuntut kita untuk terus berbuat baik, sebelum ajal datang menjemput.
Seperti bait dalam kitab *Bahrul Basith* mengingatkan:
“Tidakkah kamu melihat, bagaimana siang dan malam menguji kita, sementara kita terus saja bermain terang-terangan maupun rahasia. Janganlah kamu memihak kepada dunia dan hiasannya, karena negeri dunia bukan negeri. Bekerjalah untuk dirimu sebelum mati, agar teman dan handai taulan yang banyak tak sempat menipumu.”
Komentar Anda :