Hidayah yang Menyentuh Hati Abu Sufyan bin Al-Harits, Sepupu Rasulullah yang Dulu Membenci Islam
Riau12.com-JAKARTA – Abu Sufyan bin Al-Harits merupakan sosok sahabat Nabi Muhammad SAW yang kisah hidupnya sarat dengan pelajaran iman, hidayah, dan keteguhan hati.
Sepupu sekaligus saudara sepersusuan Rasulullah ini dikenal sebagai salah satu penentang paling keras dakwah Islam di masa awal kenabian, namun kemudian berubah menjadi sahabat setia dan pejuang tangguh di jalan Allah.
Dalam buku Seri Ensiklopedia Anak Muslim: 125 Sahabat Nabi Muhammad karya Mahmudah Mastur dijelaskan, Abu Sufyan bin Al-Harits adalah putra Al-Harits bin Abdul Muthalib, saudara Abdullah, ayah Nabi. Sejak kecil ia tumbuh bersama Rasulullah dalam kasih sayang keluarga yang sama.
Abu Sufyan dikenal sebagai penunggang kuda ulung dan penyair andal yang dihormati di kalangan Quraisy. Namun ketika Nabi Muhammad menerima wahyu pertama, Abu Sufyan justru berbalik menjadi penentang keras. Ia menggunakan kepiawaiannya dalam bersyair untuk menghina dan menyerang Rasulullah.
Dalam Sirah 65 Sahabat Rasulullah karya Abdurrahman Ra’fat Al-Basya disebutkan, lidahnya yang fasih menjadi senjata yang menyakiti hati Nabi. Ia bahkan ikut serta dalam berbagai upaya Quraisy melawan kaum Muslimin.
Namun hidayah Allah akhirnya menyentuh hatinya. Setelah lebih dari dua dekade berada di pihak musuh, Abu Sufyan datang kepada Nabi Muhammad dengan penuh penyesalan untuk memeluk Islam.
Pertemuan Mengharukan dengan Rasulullah
Bersama putranya, Ja’far, Abu Sufyan datang ke Madinah untuk menemui Rasulullah SAW. Ia merendahkan diri dan memohon ampun, namun Rasulullah sempat berpaling darinya karena luka masa lalu yang mendalam.
Setelah beberapa kali ditolak, akhirnya Nabi bersabda, “Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai Abu Sufyan.”
Kalimat itu menjadi titik balik hidupnya. Sejak saat itu, Abu Sufyan belajar wudhu, shalat, dan mengabdikan hidupnya sepenuhnya untuk Islam. Ia menebus masa lalunya dengan keberanian dan kesetiaan di medan perang.
Kesetiaan di Perang Hunain
Momen paling heroik terjadi dalam Perang Hunain. Ketika pasukan Muslim sempat mundur, Abu Sufyan tetap teguh di sisi Rasulullah. Dengan tangan kirinya ia memegang tali kekang kuda Nabi, sementara tangan kanannya menangkis serangan musuh.
Usai pertempuran, Rasulullah SAW bersabda, “Siapakah ini? Oh, saudaraku Abu Sufyan bin Al-Harits! Aku telah meridhaimu, dan Allah telah mengampuni dosa-dosamu.”
Air mata Abu Sufyan pun tumpah haru mendengar kalimat itu. Sejak hari tersebut, ia menjalani hidup sederhana, memperbanyak ibadah, memperdalam Al-Qur’an, dan menjauhi urusan dunia.
Rasulullah bahkan pernah memujinya di hadapan Aisyah RA:
“Dialah anak pamanku, Abu Sufyan bin Al-Harits. Ia yang pertama masuk masjid dan terakhir keluar. Pandangannya selalu tertuju ke tempat sujud. Dialah pemimpin para pemuda di surga.”
Akhir Kehidupan yang Penuh Keberkahan
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khathab RA, Abu Sufyan menggali sendiri kuburannya, seakan telah siap menjemput ajal. Tiga hari kemudian, ia wafat dengan penuh ketenangan.
Sebelum meninggal, ia berpesan kepada keluarganya,
“Jangan tangisi aku. Demi Allah, sejak aku masuk Islam, tidak ada satu pun dosa yang kuperbuat.”
Umar bin Khathab RA menyalatkan jenazahnya dengan air mata yang berlinang, mengenang sosok yang dulu membenci Rasulullah, namun berakhir sebagai pembela sejati Nabi dan Islam.
Komentar Anda :