www.riau12.com
Rabu, 15-Oktober-2025 | Jam Digital
16:00 WIB - Rp50 Miliar untuk Infrastruktur: Pemkab Rohil Fokus Perkuat Akses Antarwilayah Tahun 2025 | 15:45 WIB - Polresta Pekanbaru Tetapkan FAS Tersangka Dugaan Persetubuhan dan Pelanggaran UU ITE | 15:36 WIB - Pajak BBM Riau Kalah dengan Kaltim, DPRD Tekan Pemerintah Segera Tindaklanjuti | 15:29 WIB - Digital Hoarding: Kebiasaan Menimbun Data yang Bisa Ganggu Produktivitas dan Kesehatan Mental | 15:16 WIB - DPRD Kuansing Sebut Keterlambatan SPMT Bentuk Pembangkangan Pemkab Terhadap Pusat | 15:02 WIB - Pembentukan Satgas Pengawasan RoRo Bengkalis Menuai Pro dan Kontra
 
Bila Hukum di Tangan Sang Pandir: Kisah Hakim, Kebodohan, dan Amanah Kepemimpinan
Senin, 06-10-2025 - 13:41:26 WIB

TERKAIT:
   
 

Riau12.com-PEKANBARU – Dalam sejarah kepemimpinan dan penegakan hukum, kebodohan bukan sekadar tidak tahu. Yang berbahaya adalah orang yang sudah tahu tetapi enggan belajar atau merasa paling benar. Kisah klasik ini tercermin dalam riwayat Nabi Muhammad SAW saat mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, dan juga dalam kisah fiksi tentang hakim pandir yang salah memutus perkara.

Ahli hikmah mengingatkan, “Setiap kali ilmumu bertambah, engkau akan mengerti bahwa masih banyak hal yang belum engkau ketahui.” Nabi SAW mengajarkan, seorang hakim harus berilmu, jujur, dan bijaksana. Hadits menyebutkan bahwa hakim yang jujur berada di surga, sedangkan hakim yang zalim atau bodoh akan berada di neraka (HR Abu Daud).

Dalam kisah yang ditulis KH Abdurrahman Arrosi, seorang hakim baru yang pandir menangani kasus pencuri yang jatuh dari jendela rumah orang kaya. Karena ketidaktahuannya, hakim itu menimpakan hukuman salah sasaran, hingga orang yang tidak bersalah tukang celup nyaris menjadi korban.

Cerita ini mengingatkan pentingnya amanah, ilmu, dan integritas dalam kepemimpinan. Hakim jujur selalu menegakkan keadilan, berani berdiri di atas kebenaran, dan berpihak pada yang tertindas (QS al-Maidah [5]:8). Sebaliknya, hakim culas tergoda kepentingan pribadi, dan hakim pandir tidak kompeten  justru membawa malapetaka bagi masyarakat (QS an-Nisa [4]:58).

Hikmah dari kisah ini jelas: kepemimpinan dan amanah harus diberikan kepada yang pantas. Rajin belajar, mendengar nasihat, membaca, dan bertanya kepada guru adalah jalan untuk menghindari kebodohan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.

Seperti kata Nabi SAW: “Segala puji bagi Allah yang telah menyamakan utusan dari utusan Allah sesuai dengan yang diridhai Rasulullah” (HR Abu Daud). Amanah, ilmu, dan kejujuran adalah kunci agar hukum dan kepemimpinan membawa maslahat, bukan petaka.




 
Berita Lainnya :
  • Bila Hukum di Tangan Sang Pandir: Kisah Hakim, Kebodohan, dan Amanah Kepemimpinan
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
     
    TERPOPULER
    1 Anak SMA ini Mengaku Dengan "OM" atau "Pacar" Sama Enaknya, Simak Pengakuannya
    2 Azharisman Rozie Lolos Tujuh Besar Seleksi Sekdaprov Riau, 12 Orang Gugur
    3 Tingkatkan Pelayanan dan Tanggap dengan pengaduan masyarakat
    Lusa, Camat Bukit Raya Lauching Forum Diskusi Online
    4 Pemko Pekanbaru Berlakukan Syarat Jadi Ketua RT dan RW Wajib Bisa Operasikan Android
    5 Inilah Pengakuan Istri yang Rela Digarap 2 Sahabat Suaminya
    6 Astagfirullah, Siswi Di Tanggerang Melahirkan Di Tengah Kebun Dan Masih Memakai Seragam
    7 Lima Negara Ini Di cap memiliki Tingkat Seks Bebas Tertinggi
    8 Selingkuh, Oknum PNS Pemprov Riau Dipolisikan Sang Istri
    9 Langkah Cepat Antisipasi Banjir, PU Bina Marga Pekanbaru Lakukan Peremajaan Parit-parit
    10 Dosen Akper Mesum Dengan Mahasiswinya di Kerinci Terancam Dipecat
     
    Pekanbaru Rohil Opini
    Redaksi Disclaimer Pedoman Tentang Kami Info Iklan
    © 2015-2022 PT. Alfagaba Media Group, All Rights Reserved