Banyak Lulusan Salah Jurusan di Dunia Kerja, Ini Daftar Jurusan dengan Underemployment Tertinggi
Riau12.com-Fenomena ketidaksesuaian antara pendidikan dan pekerjaan kembali menjadi sorotan, terutama di kalangan lulusan perguruan tinggi. Banyak mahasiswa yang setelah lulus justru bekerja di bidang yang tidak berkaitan dengan jurusan yang mereka tempuh. Kondisi ini kerap disebut underemployment, yakni situasi ketika pekerjaan yang diperoleh tidak memerlukan kualifikasi pendidikan formal yang dimiliki.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat. Di negara tersebut, lebih dari separuh lulusan dari beberapa jurusan justru bekerja di bidang yang tidak membutuhkan gelar sarjana. Bahkan, banyak posisi yang ditempati lulusan S1 sebenarnya dapat diisi oleh lulusan SMA atau setara.
Kondisi ini muncul akibat ketidakseimbangan antara jumlah lulusan baru yang terus meningkat dengan ketersediaan lapangan kerja yang sesuai. Selain itu, sejumlah jurusan di perguruan tinggi masih terlalu menekankan pendekatan teoritis, sementara industri menuntut keterampilan teknis dan digital yang lebih aplikatif.
Laporan O*NET dan Federal Reserve Bank of New York mencatat bahwa hanya sekitar 50 persen lulusan baru dari beberapa jurusan berhasil mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang akademik mereka dalam tahun pertama setelah lulus. Selebihnya, harus beradaptasi dengan pekerjaan di luar jurusan demi memenuhi kebutuhan ekonomi.
Federal Reserve Bank of New York juga merilis daftar jurusan dengan tingkat underemployment tertinggi di Amerika Serikat. Mayoritas berasal dari rumpun ilmu sosial dan humaniora. Berikut sejumlah jurusan yang memiliki tingkat ketidaksesuaian pekerjaan paling tinggi:
Pertama, Peradilan Kriminal dengan tingkat underemployment mencapai 67,2 persen. Banyak pekerjaan di sektor penegakan hukum hanya membutuhkan pelatihan teknis atau sertifikasi, bukan gelar sarjana.
Kedua, Seni Pertunjukan dengan tingkat underemployment 62,3 persen. Lulusan jurusan ini sering bekerja di sektor pendidikan seni atau pekerjaan umum di luar bidang seni.
Ketiga, Ilmu Humaniora dengan tingkat underemployment 56,5 persen. Keterbatasan lapangan kerja membuat lulusan jurusan ini kerap beralih ke sektor administrasi atau layanan publik.
Keempat, Antropologi dengan tingkat underemployment 55,9 persen. Meski memiliki kompetensi riset sosial, permintaan industri terhadap keahlian khusus ini belum terlalu tinggi.
Kelima, Pariwisata dan Perhotelan dengan tingkat underemployment 54,5 persen. Banyak lulusan bekerja di level operasional yang tidak membutuhkan gelar sarjana.
Keenam, Sosiologi dengan tingkat underemployment 54,1 persen yang menghadapi tantangan serupa dalam mencari posisi yang sesuai.
Selain itu, Ilmu Sosial Umum dan Kebijakan Publik serta Hukum juga mencatat tingkat underemployment di atas 53 persen. Sementara Seni Rupa berada di angka 53,4 persen, dengan banyak lulusan bekerja sebagai pekerja lepas di sektor kreatif.
Fenomena ini menandakan pentingnya penyesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Para lulusan dianjurkan untuk memperkuat keterampilan teknis, meningkatkan pengalaman melalui magang, serta memperluas jaringan profesional agar lebih siap menghadapi persaingan pasar kerja yang semakin ketat.
Underemployment menjadi tantangan besar yang perlu ditangani melalui sinergi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan dunia industri, sehingga pendidikan yang berlangsung selama bertahun-tahun dapat memberikan hasil optimal bagi para lulusan.
Komentar Anda :