Festival Makan Anjing China Diminta Dihentikan
Selasa, 14-06-2016 - 13:30:03 WIB
Riau12.com-BEIJING-Lebih dari 11 juta orang dari berbagai penjuru dunia menandatangani petisi, meminta Pemerintah China segera menghentikan Perayaan Yulin atau Festival makan anjing. Diwakili 30 aktivis hak asasi binatang, petisi itu disampaikan kepada DPD Yulin di Beijing.
Bersama anjing-anjing peliharaan mereka, para pengunjuk rasa mengecam tradisi pembunuhan atas ribuan anjing dalam festival yang biasa mulai dirayakan pada 21 Juni tersebut. Di mana ribuan anjing itu dicuri dari rumah dan jalanan, lalu dikurung tanpa pemeliharaan yang layak.
Setiap tahunnya, menjelang perayaan titik balik matahari itu, mereka dibiarkan kelaparan dan kehausan. Untuk kemudian disembelih, dimasak dan dimakan pada hari H.
Daging anjing menjadi menu konsumsi favorit dan terkenal kelezatannya, terutama di kalangan masyarakat menengah di China. Diyakini, mengonsumsi daging anjing juga bisa mendinginkan mereka selama menghadapi musim panas. Padahal anjing sendiri tergolong hewan berdarah panas.
Kepercayaan lain mengungkap, makan daging anjing bermanfaat bagi kesehatan, mengusir penyakit hingga hantu dan membawa nasib baik. Selain juga dapat meningkatkan stamina seksual pria.
"(Festival) Yulin jelas-jelas memalukan bagi China. Kami mendesak otoritas Yulin untuk mengubah sejarah dan mengakhiri festival ini demi kepentingan publik. Karena praktik ini jelas tidak aman bagi kesehatan, moral sosial dan reputasi China," kata Xu Yufeng, pendiri Beijing Mothers Against Animal Cruelty, seperti disitat dari Asian Correspondent, Selasa (14/6/2016).
Dinamakan Festival Yulin karena praktik perayaannya berada di selatan Kota Yulin di Provinsi Guangxi. Washington Post pernah merilis, jumlah anjing yang dibunuh di seluruh Asia setiap tahunnya mencapai 30 juta ekor. Sepertiga di antaranya terjadi di China, selama festival tersebut.
"Perdagangan daging anjing China adalah kekerasan terhadap binatang dan tindak kriminalitas dalam skala masif, dan menjadi beban bagi reputasi internasional China," tukas Peter Li, aktivis HIS yang juga pakar kebijakan China.(r12/okz)
Komentar Anda :