Sultan Ibrahim Jadi Raja Malaysia, Gantikan Sultan Abdullah
Rabu, 31-01-2024 - 20:15:00 WIB
riau12.com KUALALUMPUR – Sultan Ibrahim Ibni Sultan Iskandar (65) dari Negara Bagian Johor resmi menjadi Raja ke-17 Malaysia, menggantikan Sultan Abdullah Ahmad Shah dari Negara Bagian Pahang.
Dikutip dari CNNIndonesia.com, Sultan Ibrahim dinobatkan dan diambil sumpahnya sebagai raja dalam sebuah upacara di Istana Negara di Kuala Lumpur, Rabu (31/1/2024), sekitar pukul 11.00 waktu setempat. Dengan demikian, Sultan Ibrahim resmi menyandang gelar Yang Dipertuan Agung Malaysia.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim terlihat hadir dan menyambut langsung kedatangan Sultan Ibrahim di Istana Negara.
Setelah serangkaian upacara kehormatan, Sultan Ibrahim membacakan sumpah jabatan dalam rapat khusus Konferensi Para Penguasa ke-264 di Balairung Seri, Istana Negara. Setelah itu, Sultan Ibrahim menandatangani sejumlah dokumen pengesahan jabatannya sebagai raja.
Dikutip media lokal The Star, Sultan Nazrin Shah dari Perak juga ikut mengambil sumpah menyusul penobatannya sebagai Wakil Raja Malaysia untuk periode yang sama.
Pemilihan Sultan Ibrahim sebagai raja dan Sultan Nazrin Shah sebagai wakilnya berlangsung dalam Konferensi Para Penguasa ke-263 pada Oktober 2023 lalu.
Lahir pada 22 November 1958 di Johor Baru, Sultan Ibrahim diangkat sebagai Sultan Johor pada 23 Januari 2010 usai sang ayah, Sultan Iskandar wafat. Namun, penobatan resminya baru berlangsung pada Maret 2015.
Tak seperti raja-raja Malaysia sebelumnya, Sultan Ibrahim kerap bersuara blak-blakan soal politik dan punya hubungan baik dengan Perdana Menteri Anwar Ibrahim.
Sultan Ibrahim disebut punya sederet koleksi mobil dan motor mewah, hingga berbagai bisnis mulai dari sektor pertambangan sampai real estate.
Raja punya peran seremonial di Malaysia. Namun beberapa tahun terakhir, monarki Malaysia punya lebih banyak pengaruh karena ketidakstabilan politik yang berkepanjangan.
Malaysia memiliki sistem unik di mana pemimpin dari sembilan keluarga kerajaan bergiliran menjadi raja untuk masa jabatan lima tahun. Malaysia sendiri menganut sistem demokrasi parlementer, di mana raja menjabat sebagai kepala negara.
Sultan Ibrahim terkenal karena sikapnya yang terus terang dan kepribadiannya yang lugas. Dia sering kali mempertimbangkan masalah politik negaranya.
Menjelang pelantikannya, Sultan Ibrahim mengatakan kepada surat kabar Singapura The Straits Times bahwa dia bermaksud menjadi raja yang aktif dan mengusulkan agar perusahaan minyak negara Malaysia, Petroliam Nasional (Petronas) dan badan antikorupsi negara tersebut untuk bertanggung jawab langsung kepada raja.
Dia juga menyampaikan rencananya untuk menghidupkan kembali proyek jalur kereta api berkecepatan tinggi yang terhenti antara Malaysia dan Singapura, dengan perbatasan melintasi Forest City.
Media lokal melaporkan, Perdana Menteri Anwar Ibrahim meremehkan pernyataan raja baru itu soal gagasan tersebut. Anwar mengatakan, semua pendapat dapat didiskusikan tanpa mengabaikan konstitusi federal.
Sultan Ibrahim menjalankan tugasnya sebagai raja di tengah ketegangan politik yang kembali terjadi di Malaysia.
Negara ini telah mengalami gejolak politik yang berkelanjutan sejak 2018 ketika koalisi Barisan Nasional yang berkuasa saat itu digulingkan dari kekuasaan untuk pertama kalinya sejak kemerdekaan, sehingga mendorong raja untuk memainkan peran yang lebih besar.
Raja sebagian besar bertindak atas saran perdana menteri dan kabinet, namun diberikan beberapa kekuasaan diskresi berdasarkan konstitusi federal. Termasuk di antaranya wewenang untuk menunjuk seorang perdana menteri yang ia yakini memiliki suara mayoritas di parlemen.
Pendahulu Sultan Ibrahim, Al-Sultan Abdullah, menjalankan kekuasaan diskresi tersebut tiga kali untuk menyelesaikan ketidakpastian politik selama masa pemerintahannya. Dua kali diaakukan setelah pemerintahan bubar dan yang terakhir pada 2022, ketika dia menunjuk Anwar setelah pemilu yang berakhir dengan parlemen yang digantung.
Sebelum turun tahta, Al-Sultan Abdullah menyerukan stabilitas politik, menanggapi laporan media bulan ini mengenai dugaan adanya rencana untuk menggulingkan pemerintah. Beberapa pemimpin oposisi dan blok berkuasa membantah menjadi bagian dari rencana tersebut.***
sumber : goriau
Komentar Anda :