Wabah Malaria di Sinaboi, DPRD Rohil Geram: Dana Rp4 Miliar Cair, Obat Utama Malah Kosong
Riau12.com-ROHIL – Wabah malaria yang melanda Kecamatan Sinaboi, Kabupaten Rokan Hilir, memicu keresahan masyarakat. Meski pemerintah daerah telah mengalokasikan Dana Tidak Terduga (DTT) sebesar Rp4 miliar, kenyataannya warga masih kesulitan mendapatkan obat-obatan esensial, bahkan alat diagnosis malaria pun minim tersedia di fasilitas kesehatan.
Keluhan langsung disampaikan warga. Sembara, salah seorang pasien, mengaku kecewa karena harus bolak-balik ke Puskesmas Sinaboi tanpa mendapatkan penanganan layak.
“Saya sudah bolak-balik ke Puskesmas, minta dicek, tapi katanya alat tes malaria habis. Obat pun tidak ada. Saya cuma dikasih Paracetamol dan vitamin,†ungkapnya, Senin (25/8/2025).
Situasi ini mendapat perhatian serius dari anggota Komisi D DPRD Rohil yang membidangi kesehatan, Devi Paranita. Politisi PDI Perjuangan itu menilai lemahnya respons Dinas Kesehatan Rohil telah memperparah kondisi warga.
“Ini sudah wabah. Laporan dari lapangan, 90 persen warga di Sinaboi terjangkit malaria. Tapi obat utama seperti Primakuin dan DHP (Dihydroartemisinin-Piperaquine) tidak tersedia di Puskesmas. Dana Rp4 miliar itu ke mana?†tegas Devi dengan nada tinggi.
Di hadapan awak media, Devi bahkan menghubungi langsung pejabat Dinas Kesehatan. Dari komunikasi tersebut, diperoleh penjelasan bahwa obat Primakuin tidak dianggarkan dalam DTT karena termasuk obat terbatas dan harus menunggu distribusi dari pemerintah pusat.
Namun, alasan itu tidak membuat Devi luluh.
“Kalau harus menunggu terus dari pusat, lalu rakyat bagaimana? Mau mati satu-satu dulu baru ada respons? Sementara Kepala Puskesmas saja rela pakai uang pribadi untuk beli obat. Mana tanggung jawab dinas?†kecamnya.
Di tengah keterbatasan, Devi memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Kepala Puskesmas Sinaboi, dr. Serman Willy, yang disebutnya berinisiatif membeli obat malaria dengan dana pribadi demi menyelamatkan nyawa warga.
"Beliau ini patut ditiru. Di saat sistem lambat dan birokrasi macet, dr. Serman bergerak sendiri. Saya salut dan terima kasih atas dedikasi beliau,†kata Devi.
Bahkan, sebagai bentuk tanggung jawab moral, Devi menyatakan siap merogoh kocek pribadi jika Dinas Kesehatan tetap lamban dalam pengadaan obat.
“Saya tidak akan tinggal diam. Kalau memang Dinas Kesehatan tidak mau belikan obat, saya siap patungan. Ini soal nyawa manusia, bukan angka-angka dalam laporan,†tegasnya.
Selain masalah obat, Devi juga menyoroti minimnya alat Rapid Diagnostic Test (RDT) di lapangan. Padahal, deteksi dini sangat penting untuk menekan penyebaran dan memastikan pasien segera mendapat pengobatan.
“Sekarang yang dibutuhkan masyarakat itu obat dan alat tes, bukan alasan dan rapat koordinasi. Dana sudah ada, tinggal kemauan untuk bergerak,†pungkasnya.
Komentar Anda :