www.riau12.com
Senin, 01-Desember-2025 | Jam Digital
16:28 WIB - Studi Harvard 85 Tahun Ungkap Pekerjaan Paling Bikin Tidak Bahagia | 16:20 WIB - Minim PJU, Truk Kontainer Kembali Tabrak Portal di Jembatan Siak I Pekanbaru | 09:41 WIB - BMKG Prediksi Hujan Lebat Disertai Petir Landa Kuansing, Inhu, dan Inhil Sore Hingga Dini Hari Ini | 16:00 WIB - Riau Job Fair 2025 Dibuka 2–4 Desember, 61 Perusahaan Tawarkan 2.437 Lowongan Kerja | 15:50 WIB - Kesabaran Menghadapi Bencana, Janji Kemenangan dari Allah SWT bagi Orang Beriman | 15:41 WIB - DPRD Kampar Resmi Sahkan APBD 2026 Senilai Rp 2,65 Triliun, Bupati Apresiasi Kerja Keras Dewan
 
Tiga Anak Gajah Betina Mati dalam 7 Bulan, Konservasi Gajah Sumatera di Riau Kian Krisis
Senin, 24-11-2025 - 14:06:11 WIB
TERKAIT:
   
 

Riau12.com-PEKANBARU – Kesedihan mendalam kembali menyelimuti dunia konservasi satwa di Riau. Dalam kurun waktu hanya tujuh bulan terakhir, tiga anak gajah betina dilaporkan mati di pusat-pusat konservasi berbeda. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran besar terhadap masa depan populasi gajah sumatera yang sejak lama berstatus kritis dan terancam punah.


Kematian terbaru menimpa seekor bayi gajah bernama Nurlela atau Lela yang masih berusia 1 tahun 6 bulan di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Sebanga, Kabupaten Bengkalis, pada Sabtu (22/11/2025). Lela merupakan anak dari gajah latih bernama Puja dan Sarma, yang selama ini menjadi simbol harapan regenerasi gajah sumatera di wilayah tersebut.


Namun harapan itu kandas. Lela ditemukan tidak bernyawa sekitar pukul 05.30 WIB, setelah sebelumnya dilaporkan kurang aktif meski masih memiliki nafsu makan dan minum yang baik. Kepergiannya menambah daftar panjang duka bagi para pegiat konservasi.


Kepala BBKSDA Riau Supartono membenarkan kabar tersebut. Ia menyebutkan bahwa pihaknya telah melakukan nekropsi dan pengambilan sampel jaringan untuk memastikan penyebab kematian Lela melalui uji laboratorium.


“Kami masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium. Ini penting untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi agar langkah pencegahan bisa segera dilakukan,” kata Supartono, Minggu (23/11/2025).


Kisah kesedihan ini sejatinya sudah dimulai sejak 21 April 2025 lalu, ketika seekor anak gajah bernama Yuni menghembuskan napas terakhirnya. Yuni, bayi gajah berusia tiga bulan yang ditemukan terpisah dari kelompoknya di Kampar, sebelumnya dibawa ke PKG Sebanga agar dapat diadopsi oleh induk gajah Puja bersama anaknya, Lela.


Namun, upaya penyatuan itu gagal. Penolakan dari gajah dewasa membuat Yuni mengalami stres berat. Kondisi itu memicu sejumlah gangguan kesehatan. Pemeriksaan laboratorium mengungkapkan bahwa Yuni mati akibat komplikasi penyakit, termasuk pneumonia serta radang lambung dan usus.


Belum selesai duka atas Yuni, pada 10 September 2025 Riau kembali kehilangan anak gajah betina bernama Tari yang berusia 2 tahun. Tari adalah anak gajah dari Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang lahir pada 31 Agustus 2023 dari induk bernama Lisa. Kepopuleran Tari sempat membuatnya diangkat sebagai anak sekaligus warga kehormatan oleh Kapolda Riau berkat tingkahnya yang menggemaskan dan menarik perhatian publik.


Namun kegembiraan itu berakhir tragis. Tari tewas akibat Elephant Endotheliotropic Herpes Virus (EEHV), virus mematikan yang dikenal luas sebagai ancaman utama bagi anak gajah. Virus ini menyerang pembuluh darah hingga menyebabkan pendarahan fatal dalam waktu singkat.


Supartono menegaskan bahwa rentetan kematian ini tidak bisa dipandang sebagai musibah biasa. Ketiganya adalah anak gajah betina yang memiliki peran penting dalam mempertahankan populasi gajah sumatera ke depan.


“Kehilangan tiga individu betina dalam waktu hampir bersamaan adalah pukulan besar bagi konservasi. Kita berbicara tentang calon induk pengembangbiakan masa depan,” ujarnya.


Ancaman terhadap populasi gajah sumatera selama ini memang dikenal bersumber dari perburuan, konflik dengan manusia hingga kerusakan hutan. Namun kematian anak gajah di pusat konservasi justru menegaskan adanya tantangan internal yang juga tidak kalah berbahaya.


Penolakan induk asuh, stres, daya tahan tubuh anak gajah yang masih lemah, serta penyakit mematikan seperti EEHV menjadi pekerjaan rumah besar yang harus segera dibenahi dalam sistem rehabilitasi satwa.


Saat ini, PKG Sebanga tengah menjalani masa berkabung. Para penjaga dan dokter hewan berharap hasil pemeriksaan laboratorium terhadap kondisi Lela dapat membantu mencegah tragedi serupa di masa mendatang.


Kematian Yuni, Tari, dan Lela menjadi pengingat keras bahwa upaya menyelamatkan gajah sumatera masih jauh dari kata aman. Momentum duka ini diharapkan mampu memperkuat komitmen semua pihak agar spesies kebanggaan Sumatera tidak benar-benar lenyap dari bumi Riau.


 


 




 
Berita Lainnya :
  • Tiga Anak Gajah Betina Mati dalam 7 Bulan, Konservasi Gajah Sumatera di Riau Kian Krisis
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
     
    TERPOPULER
    1 Anak SMA ini Mengaku Dengan "OM" atau "Pacar" Sama Enaknya, Simak Pengakuannya
    2 Azharisman Rozie Lolos Tujuh Besar Seleksi Sekdaprov Riau, 12 Orang Gugur
    3 Tingkatkan Pelayanan dan Tanggap dengan pengaduan masyarakat
    Lusa, Camat Bukit Raya Lauching Forum Diskusi Online
    4 Pemko Pekanbaru Berlakukan Syarat Jadi Ketua RT dan RW Wajib Bisa Operasikan Android
    5 Inilah Pengakuan Istri yang Rela Digarap 2 Sahabat Suaminya
    6 Lima Negara Ini Di cap memiliki Tingkat Seks Bebas Tertinggi
    7 Astagfirullah, Siswi Di Tanggerang Melahirkan Di Tengah Kebun Dan Masih Memakai Seragam
    8 Selingkuh, Oknum PNS Pemprov Riau Dipolisikan Sang Istri
    9 Langkah Cepat Antisipasi Banjir, PU Bina Marga Pekanbaru Lakukan Peremajaan Parit-parit
    10 Dosen Akper Mesum Dengan Mahasiswinya di Kerinci Terancam Dipecat
     
    Pekanbaru Rohil Opini
    Redaksi Disclaimer Pedoman Tentang Kami Info Iklan
    © 2015-2022 PT. Alfagaba Media Group, All Rights Reserved