Padahal, seorang pensiunan seharusnya tidak lagi memiliki hubungan formal dengan institusi pemerintah, termasuk dalam hal akses terhadap informasi dan pengambilan keputusan penting.

Asyahari Nur, tokoh masyarakat yang juga pernah menjabat sebagai Kakanwil Kemenag Riau, menyatakan keprihatinannya. Menurutnya, pemberian akses kepada pensiunan terhadap dokumen penting seperti mutasi ASN bisa menimbulkan risiko kebocoran informasi dan menurunkan integritas tata kelola kepegawaian.

"Jika sudah pensiun, maka otomatis tidak lagi memiliki kewenangan struktural. Memberi akses ke data strategis kepegawaian berpotensi menimbulkan masalah," ujarnya.

Ia juga mempertanyakan mengapa pegawai aktif yang berada dalam pengawasan formal tidak diberdayakan untuk menjalankan fungsi tersebut.

"Kalau pegawai aktif melanggar aturan, bisa dikenai sanksi. Tapi kalau orang luar, tidak ada instrumen hukum yang bisa menjerat. Ini tentu rawan," tambahnya.

Hal senada disampaikan oleh pengamat pemerintahan Saiman Pakpahan. Ia menilai praktik tersebut bertentangan dengan norma administratif dalam lembaga negara.

"Kalau di dunia akademik, profesor emeritus masih bisa berkontribusi karena keilmuannya. Tapi dalam birokrasi, pensiun berarti hubungan formal dengan lembaga berakhir," ujar Saiman, Sabtu (12/7/2025) lalu.

Menurutnya, jika pensiunan diberi kewenangan seolah-olah masih aktif, maka bisa dikategorikan sebagai pelanggaran etika kepegawaian.

Hingga berita ini diturunkan, Kepala Kanwil Kemenag Riau, H. Muliardi, belum memberikan tanggapan. Pesan konfirmasi via WhatsApp yang dikirim wartawan belum direspons, meski telah dibaca. Seorang staf menyebutkan Muliardi sedang bertugas ke luar kota.

Kepala Bagian Tata Usaha Kemenag Riau, Rahmat Suhadi, saat ditemui bersama Ketua Tim Kepegawaian Edi Tasman dan staf Jandri, membenarkan adanya keterlibatan seorang pensiunan dalam urusan kepegawaian.

"Beliau hanya menyumbang pemikiran karena dianggap memahami regulasi kepegawaian," ujar Rahmat.

Namun demikian, ia mengakui bahwa tidak ada dasar hukum yang secara eksplisit mengatur peran pensiunan tersebut. Keputusan tersebut, katanya, merupakan kebijakan pimpinan dan tidak disertai pemberian honorarium.

Diketahui, pensiunan itu telah dilibatkan sejak lebih dari dua tahun lalu, bahkan sebelum Muliardi menjabat sebagai Kakanwil.

Praktik ini menimbulkan kekhawatiran publik mengenai lemahnya perlindungan data strategis serta potensi pelanggaran sistem kepegawaian di lingkungan Kemenag Riau.(***)

Sumber: Riaumandiri