Deforestasi Nasional Turun 23 Persen, Menhut Sebut Aceh, Sumut, dan Sumbar Ikut Menyusut
Riau12.com-JAKARTA – Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengungkap adanya penurunan tingkat deforestasi di tiga provinsi terdampak banjir Sumatera, jika dibandingkan dengan tahun 2024. Data tersebut disampaikan saat rapat kerja di DPR, Kamis 4 Desember 2025.
Raja Juli menyebutkan, deforestasi secara nasional menurun dari 216.216 hektare pada 2024 menjadi 166.450 hektare per September 2025, atau turun 23,01 persen. Penurunan ini juga terlihat di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Di Aceh, deforestasi turun 10,04 persen dari 11.228 hektare pada 2023-2024 menjadi 10.100 hektare. Sumatera Utara mengalami penurunan 13,98 persen dari 7.141 menjadi 6.142 hektare, sementara Sumatera Barat turun 14 persen dari 6.634 menjadi 5.705 hektare.
Namun, Raja Juli juga menyoroti adanya perubahan lahan dari hutan menjadi non-hutan di wilayah terdampak banjir yang mencakup 31 Daerah Aliran Sungai (DAS). Di Aceh, perubahan tutupan lahan pada periode 2019-2024 terjadi seluas 21.476 hektare, terbagi di dalam kawasan hutan 12.159 hektare dan di luar kawasan hutan 9.317 hektare. Lahan kritis di Aceh mencapai 217.301 hektare atau 7,1 persen dari total DAS terdampak.
Di Sumatera Utara, perubahan tutupan lahan 2019-2024 tercatat 9.424 hektare, dengan 3.427 hektare di dalam kawasan hutan dan 5.997 hektare di luar kawasan hutan. Lahan kritis mencapai 207.482 hektare atau 14,7 persen dari total luas DAS terdampak banjir. Sedangkan di Sumatera Barat, perubahan tutupan lahan terjadi seluas 1.821 hektare, terbagi di dalam kawasan hutan 1.444 hektare dan 377 hektare di luar kawasan hutan. Lahan kritis di Sumbar seluas 39.816 hektare atau 7,0 persen dari total DAS terdampak banjir.
Menurut data Forest Watch Indonesia, hingga 2024 Region Sumatera menyisakan hutan alam seluas 12 juta hektare atau 25 persen dari total daratan. Selama tujuh tahun terakhir, luas hutan alam berkurang sekitar 2,1 juta hektare, setara dengan 3,6 kali luas Pulau Bali.
Direktur Eksekutif FWI Mufti Ode mengatakan, meskipun laju deforestasi sempat menurun, periode 2023-2024 justru menunjukkan peningkatan tajam. "Hanya dalam satu tahun, Sumatera kehilangan sekitar 222 ribu hektare hutan alam, atau setara 50 kali luas lapangan sepakbola setiap jamnya," ungkap Ode.
Tren serupa terjadi di tiga provinsi terdampak banjir. Rata-rata laju deforestasi pada 2017-2021 mencapai 139.941 hektare, turun menjadi 36.343 hektare pada 2021-2022, turun lagi menjadi 18.762 hektare pada 2022-2023, kemudian meningkat tajam pada 2023-2024 menjadi 57.150 hektare.
Ode menyoroti faktor penyebab meningkatnya deforestasi, antara lain industri ekstraktif seperti perkebunan, tambang, dan sawit. Ia juga mengkritik pendekatan pemerintah yang terlalu politis dalam mendefinisikan deforestasi, membedakan antara kawasan hutan dan non-hutan, serta penggunaan istilah deforestasi gross dan netto.
"Deforestasi harus ditangani secara nyata di lapangan, bukan hanya debat metodologi atau definisi. Bencana alam tidak memandang kawasan hutan atau non-hutan," tegas Ode.
Ia menambahkan, pengelolaan hutan di Indonesia harus mempertimbangkan kondisi wilayah kepulauan yang terbatas, bukan meniru sistem scientific forestry Eropa yang berbeda kondisi geografisnya. Ode mendorong pengembangan sistem pengelolaan hutan berbasis pengetahuan lokal untuk menjaga keberlanjutan lingkungan.
"Indonesia perlu sistem pengelolaan hutan yang ramah terhadap kondisi geografis tiap daerah, sehingga muncul diversitas pengelolaan yang tepat dan berkelanjutan," pungkasnya.
Komentar Anda :