Riau12.com-PEKANBARU – Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Riau, Fuad Santoso, melontarkan kritik keras terhadap Pemerintah Pusat terkait alokasi Participating Interest (PI) Blok Rokan yang dinilai sangat tidak proporsional dan merugikan masyarakat Riau.
“Satu dolar per bulan? Ini bukan PI, ini penghinaan! Riau adalah lumbung minyak nasional, tapi diperlakukan seperti anak tiri," tegas Fuad, Selasa (21/10/2025).
Ia menambahkan, pemerintah pusat seharusnya tidak hanya fokus mengeruk kekayaan Riau tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya. Menurut Fuad, kebijakan ini menunjukkan ketidakadilan fiskal yang sistematis. Kontribusi Riau terhadap pendapatan negara dari sektor migas seharusnya dibarengi dengan porsi yang adil dalam pengelolaan hasilnya.
“Riau tidak butuh janji manis, tapi keadilan. KNPI Riau mendesak SKK Migas untuk merevisi alokasi PI Blok Rokan menjadi minimal 35 persen untuk Pemprov Riau. Ini bukan permintaan berlebihan, ini tuntutan hak,” ujar Fuad.
Selain itu, KNPI Riau menyerukan agar seluruh elemen masyarakat dan pemuda bersatu memperjuangkan keadilan fiskal. Mereka juga berencana melakukan aksi massa serta lobi politik untuk menekan pemerintah pusat agar merevisi kebijakan tersebut.
Beberapa tuntutan KNPI Riau yang telah disiapkan antara lain:
* SKK Migas diminta merevisi alokasi PI Blok Rokan menjadi minimal 35 persen untuk Pemerintah Provinsi Riau.
* Menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana migas di Riau.
* Mengajak masyarakat Riau bersatu menuntut keadilan fiskal dari pemerintah pusat.
Gubernur Riau, Abdul Wahid, turut menyoroti persoalan yang sama. Ia menilai sektor migas justru memberikan kontribusi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Riau pada tahun 2025.
“Pada triwulan kedua, pertumbuhan ekonomi kami berada di angka 4,59 persen. Tapi tanpa sektor migas, Riau seharusnya tumbuh 5,6 persen. Artinya, ada tata kelola yang salah,” ungkap Gubernur Wahid.
Ia juga menduga investasi besar yang dilakukan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) tidak banyak melibatkan perusahaan lokal, sehingga dampak ekonominya terhadap masyarakat Riau sangat kecil.
“Saya menduga investasi besar PHR tidak memberikan porsi signifikan kepada lokal konten. Kami minta PHR lebih transparan terkait nilai investasi dan hasilnya. PI sepuluh persen yang seharusnya jadi hak daerah, sejak Januari kami baru terima satu dolar saja,” tutup Wahid.
Komentar Anda :