www.riau12.com
Rabu, 15-Oktober-2025 | Jam Digital
16:00 WIB - Rp50 Miliar untuk Infrastruktur: Pemkab Rohil Fokus Perkuat Akses Antarwilayah Tahun 2025 | 15:45 WIB - Polresta Pekanbaru Tetapkan FAS Tersangka Dugaan Persetubuhan dan Pelanggaran UU ITE | 15:36 WIB - Pajak BBM Riau Kalah dengan Kaltim, DPRD Tekan Pemerintah Segera Tindaklanjuti | 15:29 WIB - Digital Hoarding: Kebiasaan Menimbun Data yang Bisa Ganggu Produktivitas dan Kesehatan Mental | 15:16 WIB - DPRD Kuansing Sebut Keterlambatan SPMT Bentuk Pembangkangan Pemkab Terhadap Pusat | 15:02 WIB - Pembentukan Satgas Pengawasan RoRo Bengkalis Menuai Pro dan Kontra
 
Pemangkasan Dana Daerah Terbesar dalam 10 Tahun, Ini Kritik Akademisi Hukum Tata Negara
Kamis, 09-10-2025 - 08:33:01 WIB

TERKAIT:
   
 

Riau12.com-Jakarta – Dua puluh lima tahun setelah reformasi menjanjikan desentralisasi, kekuasaan daerah kembali menghadapi tantangan baru  bukan lewat perintah politik, melainkan lewat pena kebijakan fiskal.

Dalam APBN 2025, pemerintah menetapkan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar sekitar Rp919,8 triliun. Namun, pada tahun anggaran 2026, pemerintah justru mengusulkan penurunan alokasi menjadi sekitar Rp650 triliun, sebelum akhirnya naik sedikit menjadi Rp693 triliun dalam pembahasan bersama DPR.

Artinya, tetap terjadi pemangkasan lebih dari Rp220 triliun, penurunan terbesar dalam satu dekade terakhir.

“Pemangkasan sebesar ini bukan sekadar efisiensi, tetapi bentuk baru sentralisasi fiskal. Otonomi daerah yang dijamin konstitusi berpotensi tinggal nama,” ujar Firdaus Arifin, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan dan Sekretaris Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Jawa Barat, kepada wartawan, Kamis (9/10/2025).

Paradoks Fiskal di Era Otonomi

Pemerintah menyebut kebijakan itu sebagai bagian dari “penataan transfer berbasis kinerja”, dengan alasan agar daerah lebih efisien dan akuntabel. Namun, menurut Firdaus, konsep tersebut seringkali tidak sesuai dengan realitas di lapangan.

 “Kinerja daerah tidak bisa hanya diukur dari serapan anggaran. Banyak daerah dengan PAD kecil seperti Maluku, NTT, atau Papua Barat justru kesulitan mencapai indikator pusat karena infrastruktur dan kapasitas fiskalnya terbatas,” tegasnya.

Sejumlah gubernur dari Sumatera hingga Papua juga diketahui telah menemui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada awal Oktober 2025 untuk menyampaikan keberatan atas rencana pemotongan TKD. Mereka menilai kebijakan itu tidak transparan dan berpotensi mengganggu pelayanan dasar publik.

“Gaji ASN, tunjangan kinerja, bahkan program sosial di banyak daerah bergantung pada dana transfer pusat,” ujar salah satu kepala daerah yang enggan disebutkan namanya.

Keadilan Fiskal Dipertanyakan

Firdaus menjelaskan, pemotongan TKD tanpa parameter objektif bisa dianggap melanggar asas keadilan konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 18, 23A, dan 23C UUD 1945, yang menegaskan bahwa hubungan keuangan pusat-daerah harus dijalankan atas asas keadilan dan keseimbangan.

“Negara boleh berhemat, tapi tidak boleh menghemat keadilan. Bila kebijakan fiskal justru memperlebar kesenjangan, itu penyimpangan dari amanat konstitusi,” kata Firdaus.

Menurut data Kementerian Keuangan, daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tinggi seperti Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur masih bisa bertahan. Namun, Aceh, Maluku, NTT, dan Papua Barat yang hidup dari transfer pusat mulai kewalahan.

Sentralisasi Baru dalam Wajah Anggaran

Ironisnya, di saat TKD dipangkas, belanja kementerian/lembaga (K/L) di daerah justru meningkat dari sekitar Rp900 triliun menjadi Rp1.300 triliun pada tahun depan.

Pemerintah menyebut hal ini sebagai “penguatan peran K/L dalam pembangunan daerah”. Namun, Firdaus menilai kebijakan itu justru menunjukkan dominasi fiskal pusat.

 “Sekarang pusat tak perlu lagi memerintah daerah secara langsung. Cukup lewat anggaran. Polanya sama seperti Orde Baru, hanya bahasanya yang berubah,” ujarnya.

Dampak Langsung ke Pelayanan Publik

Sejumlah daerah disebut mulai menunda program sosial dan memotong Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) antara 2–5 persen, seperti yang dilakukan Provinsi Banten melalui APBD Perubahan 2025. Beberapa bahkan menunda pembayaran gaji tenaga kontrak atau honorer.

“Ini bukan lagi soal angka, tapi soal kepercayaan fiskal antara pusat dan daerah. Ketika kepercayaan itu hilang, maka ruh otonomi ikut terkikis,” tegas Firdaus.

Seruan untuk Dialog Fiskal Nasional

Firdaus menyerukan agar kebijakan fiskal pusat tidak menjadi monolog, melainkan dialog yang melibatkan pemerintah daerah, DPR, dan asosiasi kepala daerah (Apkasi, Apeksi, ADPSI).

“Redefinisi kinerja dan forum dialog fiskal harus menjadi prioritas. Tanpa itu, hubungan keuangan pusat-daerah akan terus timpang,” ujarnya menutup.

Pemangkasan TKD 2026 kini menjadi ujian bagi komitmen negara terhadap amanat reformasi. Bagi banyak daerah, otonomi tidak sekadar kata, melainkan napas kehidupan pemerintahan lokal.
Ketika ruang fiskal menyempit, otonomi pun perlahan kehilangan maknanya.




 
Berita Lainnya :
  • Pemangkasan Dana Daerah Terbesar dalam 10 Tahun, Ini Kritik Akademisi Hukum Tata Negara
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
     
    TERPOPULER
    1 Anak SMA ini Mengaku Dengan "OM" atau "Pacar" Sama Enaknya, Simak Pengakuannya
    2 Azharisman Rozie Lolos Tujuh Besar Seleksi Sekdaprov Riau, 12 Orang Gugur
    3 Tingkatkan Pelayanan dan Tanggap dengan pengaduan masyarakat
    Lusa, Camat Bukit Raya Lauching Forum Diskusi Online
    4 Pemko Pekanbaru Berlakukan Syarat Jadi Ketua RT dan RW Wajib Bisa Operasikan Android
    5 Inilah Pengakuan Istri yang Rela Digarap 2 Sahabat Suaminya
    6 Astagfirullah, Siswi Di Tanggerang Melahirkan Di Tengah Kebun Dan Masih Memakai Seragam
    7 Lima Negara Ini Di cap memiliki Tingkat Seks Bebas Tertinggi
    8 Selingkuh, Oknum PNS Pemprov Riau Dipolisikan Sang Istri
    9 Langkah Cepat Antisipasi Banjir, PU Bina Marga Pekanbaru Lakukan Peremajaan Parit-parit
    10 Dosen Akper Mesum Dengan Mahasiswinya di Kerinci Terancam Dipecat
     
    Pekanbaru Rohil Opini
    Redaksi Disclaimer Pedoman Tentang Kami Info Iklan
    © 2015-2022 PT. Alfagaba Media Group, All Rights Reserved