Hari Santri Nasional (HSN) setiap 22 Oktober, NU Kuak Penenggelaman Sejarah Santri
Kamis, 22-10-2015 - 13:42:48 WIB
SURABAYA, Riau12.com-Presiden Joko Widodo (Jokowi) menepati janji untuk menetapkan Hari Santri Nasional (HSN) setiap 22 Oktober. Hal ini sangat beralasan karena peran kaum santri tidak lepas dalam sejarah perjuangan Indonesia sejak abad XVI.
"Sebelum kemerdekaan Indonesia hingga pasca-kemerdekaan, peran kaum santri sangat besar. Sekarang peran santri memiliki ruang yang sempit dalam sejarah Indonesia. Padahal, perannya vital dan penting," kata Wakil Sekretaris Pengurus Pusat Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Nahdlatul Ulama (PP LazisNu) Maulana Syahiduzzaman kepada wartawan, Kamis (22/10).
Ia menjelaskan, dalam sejarah Indonesia, peran pesantren menjadi bagian penting. Elemen pesantren yang terdiri dari kiai, santri, dan komunitas pesantren selalu tampil di garda depan perjuangan kemerdekaan dan menjaga keutuhan NKRI. Santri mulai mencatatkan sejarahnya ketika hadirnya Wali Songo sebagai juru dakwah dengan strategi damai pada kisaran abad XVI.
Wali Songo sendiri merupakan misi keagamaan dan politik Ottoman (Kerajaan Turki). Kemudian berjejaring dengan ulama-ulama dari Campa dan India. Inilah yang menjadi model transformasi Islam ke seluruh Nusantara.
Silang koneksi Ottoman, Arab, China, India, dan Nusantara menjadi bagian dari sejarah politik keagamaan di negeri ini. Hingga, proses lahirnya Islam Indonesia yang bertahan sampai sekarang dengan segenap variannya.
Pada abad XIX, santri menjadi garda depan dalam dunia politik dan keagaman dengan pecahnya perang Jawa (1825-1830) yang dikomandoi Pangeran Diponegero, Kiai Maja, Kiai Hasan Besari, dan Sentot Ali Basya. Ditambah dengan peran Pangrean Satradilaga dalam mengusir penjajahan Belanda di bumi Nusantara.
"Perjuangan santri tidak banyak ditulis dalam politik ingatan, justru ditenggelamkan sebagai mitos dan ilusi," jelas alumni Ponpes Sunan Ampel, Jombang, itu.
Selanjutnya pada masa revolusi, jaringan santri-kiai berperan penting dalam memperjuangkan kemerdekaan dan melawan serdadu kolonial. Seruan fatwa Jihad Kiai Hasyim Asyarie (1871-1947) pada 22 Oktober 1945 menggerakkan ribuan santri untuk berjuang bersama pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya dan peristiwa Palagan Ambarawa, Semarang (Bizawie, 2013).
"Lagi-lagi peran sejarah santri ini tersisih dari naskah sejarah Indonesia modern," ucapnya lagi. Di era saat ini, santri memiliki tantangan yang sangat besar, berupa radikalisme beragama dan aksi-aksi terorisme.(r12/okz)
Komentar Anda :