Dualisme Kepengurusan Cabor di Indonesia Masih Menghantui Meski BAKI Telah Diresmikan
Riau12.com-Jakarta – Dualisme kepengurusan cabang olahraga (cabor) terus menjadi masalah di dunia olahraga Indonesia. Meski Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo telah meresmikan Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI) sebagai lembaga tunggal penyelesaian sengketa olahraga, konflik internal di beberapa cabor masih terjadi dan malah bertambah.
Ketua Harian Pengurus Pusat Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PP PORDASI), Eddy Saddak, menyoroti dualisme yang terjadi di kepengurusan cabor berkuda. Menurutnya, dualisme seharusnya bisa diakhiri jika KONI dan KOI menjalankan ketentuan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Keolahragaan serta amanat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) masing-masing.
“Dualisme itu sudah tuntas bilamana semua pihak yang terkait mengikuti perintah Undang Undang Nomor 11 Tahun 2022 dan melaksanakan amanat AD/ART masing-masing,” tegas Eddy Saddak.
Kepengurusan PP Pordasi mengalami dualisme setelah Aryo Djojohadikusumo terpilih sebagai Ketua Umum periode 2024-2028 pada Musyawarah Nasional (Munas) 12 Mei 2024. Kemudian, Munas lanjutan pada 15 November 2024 membentuk transformasi organisasi menjadi konfederasi yang menaungi Pordasi Pacu, Pordasi Equestrian, Pordasi Polo, dan Pordasi Berkuda Memanah.
Akibatnya, PP Pordasi pimpinan Aryo Djojohadikusumo hanya diakui KOI/NOC Indonesia dan menjadi anggota federasi internasional seperti International Federation of Horseracing Authorities (IFHA), Federasi Equestrian Internasional (FEI), Federation of International Polo (FIP), dan Federasi Panahan Berkuda Dunia (WHAF). Sementara federasi nasional lainnya menjadi anggota KONI.
Eddy Saddak mengakui bahwa dualisme ini mengganggu program pembinaan olahraga, terutama ketika muncul manuver di daerah yang membentuk federasi baru agar diterima KONI Provinsi. “Untung Pak Aryo sabar dan kami fokus menjalankan program pembinaan olahraga berkuda di Tanah Air. Hasilnya cukup menggembirakan, termasuk persiapan Timnas Berkuda Indonesia untuk SEA Games Thailand 2025,” ujarnya.
Dalam sejarahnya, dualisme juga pernah terjadi di cabor lain, seperti hoki, tenis meja, anggar, dan tinju amatir. Contohnya, dualisme cabor tenis meja muncul antara PB PTMSI pimpinan Pieter Layardi yang bernaung di KONI, dan Indonesia Pinpong League (IPL) pimpinan Peter Reinhard Golose yang awalnya terafiliasi dengan KOI dan ITTF.
Di cabor tinju amatir, dualisme muncul pada 2025. Pengurus Besar Tinju Amatir Indonesia (PB Pertina) hanya terdaftar di KONI dan Asosiasi Tinju Amatir Internasional (AIBA), kemudian digantikan Pengurus Besar Tinju Indonesia (PERBATI) pimpinan Ray Zulham Farras Nugraha periode 2025-2029 sesuai instruksi IOC.
Eddy Saddak menegaskan bahwa ketidakpuasan dalam pemilihan ketua cabor wajar, namun tidak seharusnya menimbulkan tandingan yang mengganggu program pembinaan olahraga. Ia mencontohkan kasus Federasi Equestrian Indonesia (EFI) yang sempat diakui KOI tanpa prosedur yang benar. Setelah gugatan ke BAKI ditolak, Eddy membawa kasus ini ke Court of Arbitration for Sport (CAS), dan PP Pordasi akhirnya dipulihkan menjadi anggota FEI.
Fenomena dualisme ini menunjukkan perlunya kepatuhan penuh terhadap undang-undang dan AD/ART masing-masing organisasi agar dunia olahraga Indonesia bisa lebih tertib, transparan, dan berorientasi pada pembinaan atlet serta prestasi internasional.
Komentar Anda :