Riau12.com-JAKARTA – Nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (14/11/2025), didorong pelemahan dolar global dan sikap pasar yang menanti rilis sejumlah data ekonomi penting dari Negeri Paman Sam.
Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 09.13 WIB, rupiah di pasar spot tercatat menguat 13 poin atau 0,08 persen ke level Rp16.715 per dolar AS. Di saat yang sama, indeks dolar AS sempat bergerak naik tipis 0,06 persen ke posisi 99,21. Pada perdagangan Kamis (13/11), rupiah ditutup melemah 11 poin di level Rp16.728 per dolar AS.
Data TradingView menunjukkan pergerakan mata uang Asia cenderung beragam pada awal perdagangan. Sentimen risk-off masih terasa setelah Wall Street melemah pada sesi sebelumnya, memberi tekanan pada aset emerging markets.
Analis StoneX Matt Simpson menilai pasar berada dalam fase ketidakpastian menjelang rilis paket data ekonomi AS yang tertunda akibat penutupan pemerintahan. Ia menyebut harapan pemangkasan suku bunga The Fed pada Desember semakin memudar.
“Fokus pelaku pasar kini pada seberapa cepat data ekonomi AS dapat kembali normal setelah pemerintah dibuka kembali,” ujarnya.
Reuters melaporkan bahwa dolar AS berada di jalur pelemahan mingguan. Tekanan muncul seiring akumulasi data ekonomi yang belum dirilis selama penutupan pemerintah, yang diperkirakan akan mencerminkan perlambatan ekonomi. Kondisi ini turut memicu aksi jual di pasar saham dan obligasi AS, mengulang volatilitas yang pernah terjadi pada April ketika ekspektasi pemangkasan suku bunga melemah.
Kepala Riset Valas National Australia Bank, Ray Attrill, menyebut sentimen jual aset Amerika kembali dominan di pasar.
Dolar AS bahkan merosot ke posisi terendah dua pekan terhadap euro. Mata uang Eropa itu bergerak menembus level 1,16 dolar AS dan terakhir berada pada kisaran 1,163 dolar.
Kepala Valas, Internasional, dan Geoekonomi Commonwealth Bank of Australia, Joseph Capurso, memproyeksikan data ekonomi AS yang dirilis pekan depan akan menunjukkan performa buruk. Ia menilai ketidakpastian akibat data yang tidak lengkap membuat pasar justru memangkas ekspektasi pemangkasan suku bunga.
Gedung Putih bahkan mengisyaratkan data pengangguran Oktober kemungkinan tidak akan dirilis karena bergantung pada survei rumah tangga yang tidak dilakukan selama penutupan pemerintah.
Dalam kondisi seperti itu, menurut Capurso, pasar akan bersikap jauh lebih hati-hati. “Saat Anda berada dalam kabut, Anda berkendara lebih perlahan. Ketika kondisi ekonomi tidak jelas, pemangkasan suku bunga pun bisa lebih berhati-hati,” katanya.
Saat ini peluang pemangkasan suku bunga 25 basis poin pada Desember tercatat di bawah 50 persen. Namun probabilitas penurunan suku bunga pada Januari dinilai jauh lebih besar, sementara proyeksi suku bunga untuk 2026 relatif stabil tanpa perubahan berarti.
Komentar Anda :