Tekanan Dolar Global Buat Rupiah Terseret, Investor Waspadai Agenda BOJ dan Perang Dagang
Kamis, 30-10-2025 - 13:54:55 WIB
Riau12.com-JAKARTA – Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (30/10/2025) pagi, seiring penguatan dolar di pasar global usai pernyataan hati-hati dari Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah spot dibuka di level Rp16.624 per dolar AS pada pukul 09.30 WIB, melemah 7 poin atau 0,04 persen dibandingkan posisi sebelumnya.
Mengutip Reuters, penguatan dolar AS terjadi setelah pelaku pasar menurunkan ekspektasi terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga The Fed pada Desember mendatang. Sentimen tersebut muncul usai Jerome Powell menyampaikan pandangan bahwa arah kebijakan moneter ke depan masih penuh ketidakpastian.
Powell menegaskan, perbedaan pandangan di internal The Fed serta keterbatasan data ekonomi membuat peluang pemangkasan suku bunga tambahan tahun ini semakin kecil. Sikap hati-hati ini memicu penguatan dolar secara luas terhadap berbagai mata uang utama dunia.
Yen Jepang, misalnya, kembali tertekan dan mendekati posisi terlemah dalam delapan bulan terakhir, menjelang keputusan suku bunga Bank of Japan (BOJ) yang dijadwalkan hari ini.
Pasar keuangan global diperkirakan akan bergerak dinamis, seiring dua agenda penting pada Kamis ini, yakni pengumuman kebijakan moneter BOJ serta pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping.
Pertemuan kedua pemimpin tersebut diharapkan dapat mencairkan ketegangan dagang yang selama ini membebani perekonomian global. Namun, ketidakpastian hasil pertemuan itu membuat investor tetap berhati-hati dan memilih aset aman seperti dolar AS.
Tekanan terhadap rupiah diperkirakan masih akan berlanjut dalam jangka pendek, seiring dengan meningkatnya ketidakpastian global dan prospek dolar yang tetap kuat pasca pernyataan Powell.
Analis menilai, Bank Indonesia kemungkinan akan terus menjaga stabilitas nilai tukar melalui intervensi di pasar valas dan obligasi, sembari menanti arah kebijakan moneter global yang lebih jelas.
Komentar Anda :