Minyak Brent Turun 1,9 Persen, Dampak Sanksi Rusia dan Prospek Produksi OPEC+ Jadi Fokus
Rabu, 29-10-2025 - 09:52:54 WIB
Riau12.com-JAKARTA – Harga minyak dunia kembali melemah tajam pada Rabu, 29 Oktober 2025, setelah mengalami penurunan selama tiga hari berturut-turut. Ketidakpastian global akibat sanksi baru Amerika Serikat terhadap dua perusahaan minyak besar Rusia, Lukoil dan Rosneft, membuat pasar energi bergejolak.
Dikutip dari CNBC, harga minyak mentah Brent berjangka turun 1,22 dolar AS atau 1,9 persen menjadi 64,40 dolar per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate Amerika Serikat juga melemah 1,16 dolar atau 1,9 persen ke posisi 60,15 dolar per barel. Penurunan ini menandai tren koreksi setelah sebelumnya mencatat kenaikan mingguan terbesar sejak Juni lalu, yang dipicu keputusan Presiden AS menjatuhkan sanksi terkait perang Ukraina.
Menteri Ekonomi Jerman menyatakan pemerintah AS telah memberi jaminan tertulis bahwa bisnis Rosneft di Jerman akan dibebaskan dari sanksi karena tidak lagi berada di bawah kendali Rusia. Langkah ini memberi kesan bahwa Washington masih membuka ruang diplomasi, sehingga risiko gangguan pasokan tidak separah yang dikhawatirkan pasar sebelumnya, menurut Analis Senior Price Futures Group, Phil Flynn.
Flynn menambahkan bahwa pergerakan harga saat ini lebih dipengaruhi oleh sentimen geopolitik dibanding faktor fundamental permintaan. Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional, Fatih Birol, juga menilai dampak sanksi AS terhadap ekspor minyak Rusia kemungkinan tidak terlalu signifikan karena masih ada kelebihan kapasitas di pasar global.
Sanksi terbaru AS terhadap sektor energi Rusia menjadi yang paling tegas sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. Lukoil menyumbang sekitar dua persen produksi minyak global, sementara Rosneft merupakan pemain kunci dalam ekspor energi Rusia. Beberapa negara, seperti India, mengambil sikap hati-hati dengan menunda pemesanan baru minyak Rusia sambil menunggu kejelasan lebih lanjut.
Kondisi pasar semakin kompleks setelah muncul sinyal dari OPEC+ untuk meningkatkan produksi mulai Desember mendatang. Aliansi yang dipimpin Arab Saudi dan Rusia itu dikabarkan tengah mengkaji pelonggaran pembatasan produksi yang telah diterapkan selama beberapa tahun terakhir. CEO Saudi Aramco menegaskan bahwa permintaan minyak global tetap kuat, terutama dari China dan pasar Asia yang terus menunjukkan pertumbuhan positif.
Presiden Lipow Oil Associates, Andrew Lipow, menilai keputusan OPEC+ menambah produksi bisa menyeimbangkan potensi penurunan pasokan dari Rusia, menjaga stabilitas pasokan global. Investor juga menyoroti rencana pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan yang diharapkan membuka jalan bagi kesepakatan dagang baru antara dua konsumen minyak terbesar dunia.
Kombinasi ketidakpastian geopolitik dan potensi peningkatan produksi membuat harga minyak sulit diprediksi. Situasi ini menjadi pengingat bagi pelaku industri energi bahwa pasar minyak tidak hanya soal permintaan dan pasokan, tetapi juga cerminan tarik-menarik kepentingan politik global.
Komentar Anda :