Sejumlah BUMD di Tanah Air di Kondisi Berdarah-darah dan Terancam Bangkrut Karena Orang Dalam
Riau12.com-PEKANBARU – Pernyataan mengejutkan datang dari Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, baru-baru ini. Hal itu terkait dengan kondisi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang kondisinya begitu memprihatinkan. Lalu, bagaimana dengan kondisi perusahaan plat merah di Riau?
“Kondisinya saya lihat tidak jauh berbeda. Kebanyakan BUMD yang ada di Riau juga kondisinya tidak baik-baik saja,” lontar pengamat ekonomi sosial Riau, Peri Akri, akhir pekan kemarin (22/12/2024).
Lebih lanjut, Peri menyoroti soal BUMD milik Pemprov Riau. Dalam penilaiannya, dari beberapa BUMD milik Pemprov Riau, yang bisa memberikan penerimaan untuk daerah secara rutin, bisa dikatakan hanya Bank Riau Kepri Syari'ah. Sedangkan BUMD lain bisa dikatakan nyatus tidak ada.
“Selain itu, ada juga yang bergerak di sektor migas. Yang terbaru adalah BUMD yang menerima penyerahan dana PI (participating interest, red) dari pengelolaan Blok Rokan,” terangnya.
Ditambahkan mantan bankir ini, kondisi ini sebenarnya sudah lama berlangsung. Namun sayangnya, sejauh ini belum tampak ada upaya serius dari pemerintah untuk memperbaiki kondisi ini. Tidak saja di Pemprov Riau, kondisi serupa juga terjadi di hampir kebanyakan BUMD milik pemerintah kabupaten dan kota di Riau.
Salah satu faktor yang membuat kondisi ini terus berlangsung, adalah karena mereka yang ditempatkan di perusahaan plat merah tersebut, kebanyakan bukan karena pertimbangan profesional. Namun lebih banyak diwarnai faktor lain seperti unsur kedekatan dengan kepala. Daerah.
Sehingga dalam perjalanan selanjutnya, BUMD yang diharapkan bisa memberikan alternatif pendapatan bagi daerah, tidak mampu mewujudkan harapan itu.
“Ini yang menyebabkan kebanyakan BUMD di Riau jadi stagnan. Bukannya memberikan pendapatan, BUMD itu kebanyakan malah masih menyapih kepada pemerintah. Ujung-ujungnya, malah menjadi beban anggaran daerah,” terangnya lagi.
Praktek KKN dalam tata kelola BUMD (termasuk BUMN) di negeri ini sudah menjadi rahasia umum sarat dengan kepentingan para elite (penguasa).
Ditambahkan Peri Akri, kondisi ini memang seharusnya segera diubah. Dalam hal ini, keseriusan para kepala daerah untuk memperbaiki kinerja BUMD, menjadi sesuatu yang mutlak.
“Bila sebuah urusan tidak ditangani oleh orang yang ahli pada bidangnya, maka tinggal menunggu kehancuran tiba,” tegasnya.
Sebelumnya, hal serupa juga dituturkan Mendagri Tito Karnavian. Menurutnya, sebanyak 50 persen dari 1.057 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Tanah Air saat ini, dalam kondisi bleeding alias berdarah-darah dan terancam ditutup karena bangkrut.
Hal itu disampaikan Mendagri dalam keterangan resminya, usai Rapat Koordinasi Nasional Keuangan Daerah di Jakarta Rabu pekan kemarin, salah satu penyebab mengapa kondisi itu terjadi, karena kebanyakan perusahaan plat merah di daerah tersebut diisi keluarga, saudara atau teman dari kepala daerah. Padahal, mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengelola. Mereka inikah, yang kemudian dikenal dengan sebutan ‘orang dalam’.
Menurut Tito, kondisi ini juga turut berimbas terhdap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga kurang optimal.
Menurut Tito, dari total 1.957 BUMD di Tanah Air, hampir separuhnya dalam kondisi bersarah-darah dan terancam bangkrut.
Jika dipaksakan terus berjalan, kerugian yang dialami BUMD itu harus ditambal dengan dana dari APBD.
Karena itu, Mendagri mengingatkan para kepala daerah untuk mengubah pola pikir segingga tidak fokus semata-mata pada belanja daerah, namun juga ikut memikirkan sektor pendapatan.
Hal ini tidak terlepas dari target yang telah dicanangkan Presiden Prabowo Subianto, yang menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 8 persen. Untuk mewujudkan hal itu, perlu didukung dengan kondisi keuangan di daerah. (***)
Sumber: Goriau
Komentar Anda :