JAKARTA, Riau12.com-Sebanyak 3 juta hingga lima juta rumah tangga rentan jatuh miskin. Jika PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencabut subsidi listrik untuk 23 juta pelanggan.
Demikian diungkapkan Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Riyanto dalam diskusi Energi Kita yang digelar merdeka.com, RRI, IJTI, IKN, DML dan Sewatama, Jakarta, dikutip Merdeka Minggu (1/11). "Ada 3-5 juta pelanggan jatuh ke kelompok rentan miskin. Itu akan membuat tunggakan PLN bertambah, ini imbas dari migrasi yang dilakukan." ujarnya.
Pencabutan subsidi, menurut Riyanto, berpotensi membuat inflasi mencapai 6,4 persen, meningkat 1,7 persen dari asumsi 4,7 persen, pada tahun depan
"Pertumbuhan Ekonomi asumsi 5,3 persen akan turun 0,59 persen, kemudian angka kemiskinan naik 0,14 persen. Kalau pemerintah tidak serius tangani ini semua itu akan terjadi," ungkapnya.
Untuk diketahui, tahun depan, pemerintah telah menganggarkan subsidi listrik Rp 38,38 triliun. Sebanyak Rp 29,39 trilun diantaranya untuk pelanggan golongan 450 VA-900 VA.
Untuk menekan subsidi, menurut Riyanto, pemerintah tak perlu memaksa masyarakat untuk memakai listrik dengan tarif keekonomian. Cukup mendorong masyarakat untuk menghemat energi.
"Itu bisa diterapkan. Masyarakat hemat listrik, hemat pengeluaran tentunya. Dibandingkan tiba-tiba langsung memigrasi, bebannya tentu akan beda. Jika masyarakat bisa melakukan tersebut, kenaikan bisa dilakukan secara bertahap."
PLN menemukan sekitar 23 juta pelanggan sudah tak layak lagi mengonsumsi listrik 450 VA-900 VA, notabene masih disubsidi pemerintah. Atas dasar itu, jutaan pelanggan dinilai mampu tersebut dipaksa untuk meningkatkan daya listrik.
Jika masih berkukuh memakai listrik subsidi, maka pelanggan mampu bakal dikenakan tarif listrik keekonomian atau nonsubsidi. Minimal setara pelanggan listrik 1.300 VA.
Menurut Riyanto, kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial. "Risiko PLN cukup besar untuk langkah ini."(r12/hr)
Komentar Anda :