Buang Air Besar Bisa Jadi Cermin Kesehatan, Ini Frekuensi yang Dianggap Paling Ideal
Riau12.com-PEKANBARU – Frekuensi buang air besar (BAB) bukan sekadar rutinitas harian yang dianggap sepele. Dalam dunia medis, kebiasaan BAB justru dapat menjadi indikator penting kesehatan tubuh secara menyeluruh.
Hal ini terungkap dalam sebuah studi komprehensif yang diterbitkan pada Juli 2024, yang meneliti kebiasaan BAB 1.425 responden dan menghubungkannya dengan faktor demografis, genetika, hingga kondisi kesehatan mereka.
1–2 Kali Sehari adalah Zona “Goldilocks”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan kondisi kesehatan terbaik umumnya buang air besar satu hingga dua kali per hari. Rentang ini disebut sebagai zona Goldilocks—tidak terlalu sering, tidak terlalu jarang, dan dianggap paling ideal bagi tubuh.
Sebaliknya, frekuensi BAB yang terlalu sedikit maupun terlalu sering dapat menandakan adanya gangguan kesehatan tertentu.
Mikrobiolog dari Institute for Systems Biology (ISB), Sean Gibbons, seperti dikutip Science Alert, Jumat (12/5/2025), menjelaskan bahwa frekuensi BAB berhubungan erat dengan fungsi sistem tubuh secara keseluruhan.
“Pola BAB yang tidak normal bisa menjadi faktor risiko penyakit kronis,” jelas Gibbons. Penelitian tersebut juga menganalisis partisipan sehat tanpa riwayat gangguan ginjal maupun masalah usus
Dibagi Menjadi 4 Kategori Kebiasaan BAB
Para peneliti mengelompokkan peserta ke dalam empat kategori:
• Konstipasi: 1–2 kali per minggu
• Rendah-normal: 3–6 kali per minggu
• Tinggi-normal: 1–3 kali per hari
• Diare: 4 kali atau lebih per hari
Selain frekuensi BAB, penelitian juga mengamati metabolit darah, komposisi genetika, dan mikroba usus melalui analisis sampel tinja.
Temuan Penting Terkait Risiko Penyakit
Science Alert melaporkan bahwa terdapat hubungan kuat antara pola BAB dengan kesehatan tubuh:
• Penderita diare cenderung memiliki bakteri dari saluran pencernaan bagian atas serta biomarker yang mengindikasikan kerusakan hati.
• Penderita konstipasi memiliki tinja yang mengandung bakteri pemfermentasi protein. Bahan ini memicu produksi racun seperti indoxyl-sulfate, yang dapat memperburuk fungsi ginjal.
Kabar Baik: Kebiasaan BAB Bisa Diperbaiki
Penelitian juga menemukan bahwa mikrobioma usus manusia dapat beradaptasi dengan cepat. Artinya, pola BAB yang tidak ideal masih bisa diperbaiki melalui langkah sederhana, seperti:
• meningkatkan konsumsi serat,
• memperbanyak minum air,
• serta rutin berolahraga.
Orang yang berada dalam zona Goldilocks umumnya memiliki komposisi bakteri usus yang lebih sehat dan optimal dalam memproses serat. Studi lain menambahkan bahwa respons tubuh terhadap serat sangat dipengaruhi jenis mikroba dalam usus. Dua orang dengan pola makan serupa dapat memiliki hasil pencernaan berbeda karena komposisi mikroba yang berbeda pula.
Pantau BAB, Pantau Kesehatan
Dengan demikian, memperhatikan frekuensi BAB sehari-hari bisa menjadi metode sederhana untuk menilai kondisi kesehatan tubuh—sebuah indikator penting yang sering kali diabaikan.
Komentar Anda :