Kampung Bahari Sungai Nyamok: Dari Desa Nelayan Tradisional Jadi Pusat Ekonomi Olahan Ikan dan Udang Senin, 03/11/2025 | 10:31
Riau12.com-BAGANSIAPIAPI – Udara asin laut dan aroma ikan kering menyambut setiap langkah di Kampung Bahari, Kepenghuluan Sungai Nyamok, Kecamatan Sinaboi, Rokan Hilir, Riau. Di sepanjang jalan, deretan jemuran ikan tampak berjejer di depan rumah warga, menandakan denyut ekonomi pesisir yang tak pernah berhenti.
Desa yang kini dikenal sebagai Kampung Bahari dulunya hanyalah perkampungan nelayan kecil. Pada awal 1990, ketika masih termasuk wilayah Kecamatan Bangko, Kabupaten Bengkalis, masyarakat Sungai Nyamok hidup sederhana dengan mata pencaharian utama menangkap ikan. Bahkan, saat Kabupaten Rokan Hilir berdiri pada 4 Oktober 1999, kehidupan warga masih berputar di laut dan sawah tadah hujan.
Perubahan mulai terasa ketika Kecamatan Sinaboi resmi terbentuk. Letak Sungai Nyamok yang strategis di jalur lintas Bagansiapiapi – Sinaboi menjadikan kampung ini semakin dikenal. Hasil tangkapan ikan dan udang yang melimpah mendorong warga mengembangkan usaha olahan ikan asin dan udang kering, yang kini menjadi denyut ekonomi utama masyarakat.
"Sejak dulu, masyarakat di sini tidak hanya menjual ikan segar, tapi juga mengolah ikan dan udang menjadi kering. Nilai jualnya lebih tinggi, dan bisa dibawa ke luar daerah," ujar Penghulu Sungai Nyamok, Daryamin, Ahad (2/11/2025).
Inovasi besar terjadi saat Daryamin menggandeng TNI Angkatan Laut dari Lanal Dumai yang bertugas di Sinaboi. Dari kerja sama itu lahirlah **Kampung Bahari Nusantara**—program pembinaan desa nelayan yang menitikberatkan pada ketahanan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat pesisir. Saat ini, dua Rukun Tetangga, RT 2 dan RT 18 RW 04 Dusun I, resmi menjadi kawasan binaan TNI AL.
Sekitar 140 kepala keluarga bermukim di kampung ini, sebagian besar bekerja sebagai nelayan tradisional dengan alat tangkap sederhana. Kaum laki-laki berangkat melaut di perairan Sinaboi, sementara para ibu mengolah hasil tangkapan menjadi ikan asin dan udang kering. Dari rumah ke rumah, tampak kesibukan warga menjemur ikan di bawah sinar matahari.
Harga jual hasil olahan cukup menjanjikan. Satu kilogram ikan kering dibanderol Rp40.000 hingga Rp50.000 tergantung jenisnya, sementara udang kering—terutama yang tanpa kulit—dijual dengan harga lebih tinggi. Produk-produk ini bahkan telah dipasarkan hingga ke luar Rokan Hilir dan provinsi tetangga.
Menurut Daryamin, program Kampung Bahari membawa perubahan positif bagi warga. “Sekarang ekonomi warga meningkat. Rumah-rumah nelayan yang dulu papan sederhana, kini sudah banyak yang permanen,” ujarnya.
Meski begitu, tantangan tetap ada, salah satunya ketersediaan air bersih. “Jalan di dalam kampung sedang diperbaiki, tapi kami masih kekurangan sumur bor. Yang ada belum cukup untuk memenuhi kebutuhan 140 kepala keluarga,” ungkapnya.
Daryamin yang akrab disapa Kanang menambahkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Lanal Dumai untuk penambahan sarana air bersih. “Pihak Lanal sudah menerima permintaan warga. Mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa terealisasi,” tambahnya.
Kini, Kampung Bahari menjadi bukti nyata bagaimana sinergi antara masyarakat dan TNI AL mampu mengubah wajah desa nelayan tradisional menjadi kawasan ekonomi produktif. Dari sungai hingga daratan, dari aroma asin laut hingga semangat gotong royong, Sungai Nyamok menegaskan jati dirinya sebagai kampung yang hidup dari laut dan untuk laut.