Riau12.com-JAKARTA – Proyek digitalisasi pajak nasional bernama Coretax kembali menuai sorotan tajam. Program ambisius yang digarap di masa Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan anggaran mencapai Rp1,3 triliun dinilai gagal mewujudkan reformasi pajak berbasis teknologi yang efisien dan transparan.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono, menyebut kegagalan sistem tersebut sebagai cermin lemahnya tata kelola dan pengawasan proyek teknologi di lingkungan pemerintah. Ia menilai proyek yang dikerjakan anak usaha LG Group asal Korea Selatan itu justru menjadi beban baru bagi reformasi perpajakan nasional.
"Coretax seharusnya menjadi pondasi baru sistem pajak modern Indonesia. Namun jika justru bermasalah, berarti ada persoalan mendasar baik di tahap perencanaan maupun pelaksanaan," ujar Prianto, Sabtu (1/11/2025).
Prianto menjelaskan, kegagalan Coretax bisa dilihat dari dua sisi utama, yakni input dan proses. Dari sisi input, persoalan kemungkinan muncul sejak awal pengadaan konsultan, hardware, dan software yang tidak sesuai prosedur.
"Sistem tidak akan optimal jika mekanisme pengadaan tidak mematuhi aturan," jelasnya.
Sementara dari sisi proses, Prianto menyoroti kompetensi sumber daya manusia yang dilibatkan. Pernyataan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya yang menyebut pengembang Coretax berasal dari lulusan SMA memperkuat dugaan lemahnya kualitas SDM dalam proyek bernilai triliunan rupiah tersebut.
"Kalau pemrograman dilakukan oleh pihak yang tidak kompeten, wajar jika sistem tidak berjalan sebagaimana mestinya. Apalagi jika para ahli yang dilibatkan tidak memahami kebutuhan kompleks Direktorat Jenderal Pajak," ungkapnya.
Prianto mendesak agar dilakukan audit total terhadap proyek Coretax. Audit menyeluruh, menurutnya, penting untuk menelusuri akar persoalan dari sisi pengadaan maupun pelaksanaan teknis.
"Perlu dilakukan audit forensik, audit investigatif, audit operasional, dan audit IT. Hanya dengan cara itu publik bisa mengetahui apakah dana Rp1,3 triliun digunakan secara tepat atau tidak," tegasnya.
Ia juga mendorong aparat penegak hukum, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta Badan Pemeriksa Keuangan segera turun tangan. Menurut Prianto, keterlibatan lembaga pengawas menjadi kunci agar persoalan Coretax tidak berlarut dan merugikan negara lebih jauh.
Pakar pajak itu menilai kegagalan proyek Coretax bukan sekadar soal teknis, tetapi juga menunjukkan lemahnya manajemen transformasi digital pemerintah. Sistem yang tidak optimal berpotensi mengganggu penerimaan negara pada tahun 2025.
"Coretax tidak hanya gagal memenuhi target reformasi pajak, tetapi juga berpotensi mengganggu penerimaan negara tahun 2025 karena sistemnya tidak optimal," urainya.