Gubernur Riau: Pinjaman ke Pusat Bukan Kabar Gembira, tapi Tantangan bagi Daerah Sabtu, 01/11/2025 | 16:00
Riau12.com-PEKANBARU — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi membuka peluang bagi pemerintah daerah (Pemda), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melakukan pinjaman atau utang ke pemerintah pusat melalui skema Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto pada 10 September 2025.
Aturan tersebut mengatur mekanisme pemberian pinjaman oleh pemerintah pusat sebagai bagian dari strategi memperkuat pembiayaan pembangunan di daerah. Namun, kebijakan itu justru mendapat tanggapan hati-hati dari Gubernur Riau Abdul Wahid. Ia menilai peluang berutang bukanlah kabar menggembirakan, melainkan tantangan baru bagi pemerintah daerah.
“Itu challenge (tantangan) bagi kita (Pemda), ada peluang utang. Kebijakan yang sangat menggembirakan itu sebenarnya kalau dana TKD (Transfer ke Daerah) tidak dipotong. Itu yang menggembirakan,” kata Gubri di Pekanbaru, Jumat (31/10).
Menurutnya, pemotongan dana Transfer ke Daerah (TKD) berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Ia menjelaskan, semakin besar dana yang beredar di daerah, maka semakin kuat pula daya dorong terhadap aktivitas ekonomi masyarakat.
“Karena semakin banyak uang yang beredar di daerah, maka mendorong pertumbuhan ekonomi semakin besar. Jadi teorinya itu, jika uangnya terpusat dan fiskalnya tidak merata, maka akan terjadi ketimpangan,” jelasnya.
“Kalau fiskalnya merata sampai ke daerah-daerah yang selama ini mengandalkan transfer pusat dan PAD tak seimbang, maka otomatis pembangunan tidak akan berjalan optimal,” tambahnya.
Meskipun demikian, Abdul Wahid tidak menutup kemungkinan untuk mempertimbangkan pinjaman ke pusat jika hal itu dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di Provinsi Riau. Namun, ia menekankan bahwa setiap keputusan harus melalui kajian kemampuan bayar dan mekanisme hukum yang berlaku.
“Kebijakan utang itu harus kita exercise dulu kemampuan bayar kita. Karena namanya utang kan harus dibayar. Atau ada pilihannya mungkin utang bisa tanpa bunga, itu bisa kita exercise,” terangnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa mekanisme pinjaman daerah memerlukan proses panjang, termasuk persetujuan DPRD, kajian fiskal, serta pertimbangan manfaat jangka panjang terhadap kesejahteraan masyarakat.
“Karena utang ini mekanismenya panjang, harus lapor ke DPRD dan segala macamnya. Tapi saya rasa demi pembangunan tidak boleh terhenti. Nanti pilihan ini (pinjaman) menjadi alternatif bagi kita untuk mengambil keputusan,” tukasnya.
Melalui PP Nomor 38 Tahun 2025, pemerintah pusat diharapkan dapat memperkuat peran daerah dalam pembiayaan pembangunan nasional. Namun di sisi lain, daerah tetap dituntut untuk mengelola pinjaman secara hati-hati, agar tidak menimbulkan beban fiskal baru yang justru menghambat kemajuan ekonomi daerah.