Rapat Memanas, DPR Soroti Penampilan Kru Maskapai Haji Lokal yang Dinilai Kurang Pantas Rabu, 29/10/2025 | 10:08
Riau12.com-JAKARTA – Suasana rapat antara Kementerian Agama dan Komisi VIII DPR RI memanas ketika pembahasan terkait penampilan kru maskapai yang melayani penerbangan haji tahun ini mencuat. Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, sempat tersudut setelah Ketua Komisi VIII, Marwan Dasopang, mengoreksi penjelasannya mengenai kru pesawat yang disebut mengenakan busana kurang pantas.
Dahnil menjelaskan bahwa keterlibatan kru lokal Indonesia di maskapai penerbangan haji dibatasi oleh aturan internasional. “Sebagai informasi, kru yang disyaratkan untuk maskapai asing seperti Saudia Airlines minimal tiga orang dari Indonesia, sedangkan untuk maskapai nasional semuanya kru lokal,” ujar Dahnil di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025).
Namun, pernyataannya langsung dibantah oleh Marwan Dasopang. Ia menegaskan bahwa persoalan yang dimaksud terjadi di maskapai lokal Indonesia, bukan asing. “Pak Wamen, yang terjadi itu bukan pesawat Saudia, tapi pesawat kita loh,” tegas Marwan.
Menanggapi koreksi tersebut, Dahnil mengaku belum pernah menemui kru pesawat haji yang berpakaian tidak pantas. “Saya nggak pernah ketemu soalnya,” jawabnya singkat, disambut tawa kecil dari beberapa anggota rapat.
Marwan kemudian menyoroti penampilan kru perempuan dengan rok tinggi yang dinilai kurang sesuai untuk penerbangan haji. Ia menilai hal tersebut dapat membuat jemaah merasa tidak nyaman, khususnya mereka yang berasal dari daerah dengan kultur religius yang kuat.
“Penampilannya kurang pas. Jemaah kita dari kampung-kampung bisa takut lah. Ini nanti kita bahas dalam rapat khusus,” ujarnya.
Selain soal busana, Marwan menekankan bahwa inti permasalahan lebih pada kenyamanan dan komunikasi jemaah lanjut usia selama penerbangan panjang. “Yang kita maksud bukan soal syari saja, tapi pelayanan dan komunikasi. Banyak jemaah yang sudah tua, mereka butuh kru yang bisa memahami kebutuhan dan bahasa mereka,” jelasnya.
Usai rapat, Marwan mendorong agar ke depan kru maskapai haji lebih banyak berasal dari tenaga nasional yang terlatih dalam melayani jemaah Indonesia. Hal ini diharapkan meningkatkan kenyamanan dan interaksi antara kru dan penumpang selama perjalanan udara yang memakan waktu hingga sembilan jam.
Isu ini mencerminkan dilema klasik antara profesionalisme maskapai penerbangan dan sensitivitas budaya dalam layanan haji. Di satu sisi, pemerintah dituntut menjaga standar pelayanan internasional, sementara di sisi lain, jemaah mengharapkan kenyamanan yang sesuai nilai-nilai lokal dan keagamaan.