Indonesia Jadi Sorotan Dunia di AsiaFlux 2025, Restorasi Gambut Jadi Pilar Ketahanan Iklim Kamis, 23/10/2025 | 14:47
Riau12.com-PELALAWAN – Indonesia kembali menegaskan posisinya sebagai pemimpin dalam aksi iklim global melalui ajang AsiaFlux Conference 2025 yang berlangsung di Kabupaten Pelalawan, Riau. Indonesia tidak hanya menjadi tuan rumah, tetapi juga menjadi sorotan dunia atas capaian dan inovasi dalam restorasi ekosistem gambut tropis.
Konferensi ilmiah bergengsi ini mempertemukan lebih dari 300 peserta dari 29 negara, memperlihatkan bagaimana Indonesia mampu mengintegrasikan ilmu pengetahuan, kebijakan publik, dan partisipasi masyarakat dalam satu ekosistem tata kelola yang adaptif dan berkelanjutan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menjelaskan bahwa restorasi gambut bukan hanya proyek teknis, tetapi bagian strategis dari agenda ketahanan iklim nasional.
"Restorasi gambut merupakan bagian penting dari agenda ketahanan iklim nasional. Selama satu dekade terakhir, Indonesia telah merehabilitasi lebih dari 24,6 juta hektare ekosistem gambut, membasahi kembali 4,16 juta hektare, membangun lebih dari 45 ribu sekat kanal, serta menanam berbagai spesies asli seperti jelutung, ramin, dan balangeran," ujar Menteri Hanif pada Rabu, 22 Oktober 2025.
Menteri Hanif menekankan keberhasilan pemulihan ekosistem gambut sangat bergantung pada pendekatan holistik dan kolaboratif. "Restorasi berhasil ketika ilmu pengetahuan bertemu dengan kearifan lokal. Ketika masyarakat tidak sekadar menjadi penerima manfaat, tetapi ikut menjadi pengelola bersama. Ini adalah kunci dari restorasi yang berkelanjutan," tambahnya.
Sebagai bagian dari upaya memperkuat landasan ilmiah, KLH/BPLH telah mengembangkan pendekatan berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut dan sistem pemantauan digital SiPPEG, yang memungkinkan pemantauan kondisi gambut secara real-time untuk mendukung pengambilan keputusan di lapangan.
Konferensi ini juga menyoroti pendekatan sosial yang dikembangkan Indonesia melalui program Desa Mandiri Peduli Gambut. Sebanyak 1.100 desa kini aktif dalam perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, dengan perempuan dan pemuda menjadi aktor utama dalam ekonomi hijau berbasis gambut melalui usaha madu kelulut, kerajinan serat alami, hingga ekowisata berkelanjutan.
"Langkah ini bukan hanya soal lingkungan. Ini soal ekonomi, keadilan sosial, dan masa depan. Kita sedang membangun ketahanan nasional, dan restorasi gambut adalah pondasinya," tegas Menteri Hanif.
Komite Penyelenggara AsiaFlux Conference 2025, Chandra S. Desmukh, menyambut antusias peran Indonesia dalam mendorong pengelolaan lahan berkelanjutan di tingkat regional dan global. "AsiaFlux bukan hanya tentang menara pemantau flux, tetapi tentang kolaborasi orang-orang di baliknya, mulai dari ilmuwan, pembuat kebijakan, hingga masyarakat. Tahun ini, kami menyambut lebih dari 300 peserta dari 29 negara. Kolaborasi lintas sektor ini adalah cerminan nyata komitmen global terhadap pengelolaan lahan berkelanjutan," ujarnya.
Pendekatan Indonesia dalam restorasi gambut selaras dengan target global, termasuk FOLU Net Sink 2030 dan tujuan iklim dalam Perjanjian Paris. Pemerintah menempatkan restorasi gambut sebagai pilar utama dalam RPJMN 2025–2029, menjadikannya investasi strategis dalam pembangunan rendah karbon.
Menteri Hanif juga mengajak dunia untuk melihat sumber daya alam tidak hanya sebagai komoditas, tetapi sebagai kekuatan ilmiah dan budaya yang memiliki daya saing tinggi. "Ayo kita tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam kita melalui hutan tanaman industri dan seterusnya, tetapi menghadirkan sains yang diperlukan dalam rangka mendukung nilai kompetitif dari alam kita," pungkasnya.