Pemerintah Tegaskan Tak Ada Relokasi Warga TNTN ke Pulau Burung, Fokus pada Skema Penataan yang Adil Jumat, 10/10/2025 | 14:01
Riau12.com-PEKANBARU – Pemerintah Provinsi Riau memastikan tidak ada rencana relokasi warga dari kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) ke Pulau Burung, Kabupaten Indragiri Hilir. Kepastian ini disampaikan Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau, Embiyarman, untuk meluruskan isu liar yang menimbulkan keresahan di masyarakat.
Embiyarman menegaskan, kabar adanya relokasi massal warga ke Pulau Burung tidak benar. Ia menyebut, isu tersebut sengaja digulirkan pihak tertentu untuk memprovokasi situasi dan menimbulkan ketegangan antara masyarakat dengan pemerintah.
“Sejak awal pemerintah tidak pernah membahas relokasi ke Pulau Burung. Justru, kami sedang menyiapkan skema penataan agar masyarakat bisa tetap hidup aman dan sejahtera di sekitar kawasan TNTN,” ujarnya di Pekanbaru, Kamis (9/10/2025).
Menurutnya, pemerintah kini menyiapkan lahan pengganti bagi masyarakat terdampak program pemulihan ekosistem TNTN. Lahan tersebut disesuaikan dengan ketentuan Pasal 110 B Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yang menjamin adanya solusi bagi warga berpenghasilan menengah ke bawah yang kehilangan mata pencaharian akibat program pemulihan.
Pemindahan yang melibatkan sekitar 7.000 kepala keluarga akan dilakukan secara bertahap mulai November 2025. Lokasi lahan pengganti juga dipastikan tidak jauh dari kawasan TNTN agar masyarakat tidak harus meninggalkan lingkungan sosialnya.
“Tidak ada pembahasan ke Pulau Burung. Lahan pengganti tetap di sekitar radius TNTN agar tidak merepotkan warga,” tambah Embiyarman.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa skema usaha di lahan pengganti akan mengikuti Peraturan Menteri LHK Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perhutanan Sosial. Dengan skema ini, masyarakat dapat mengelola lahan secara legal dan berkelanjutan, sekaligus memperoleh kepastian hukum terhadap lahan garapan mereka.
“Legalitas ini akan menjadi dasar bagi masyarakat untuk mengembangkan usaha tani dan memperoleh dukungan pemerintah hingga ke anak cucu,” katanya.
Kebijakan pemulihan TNTN, lanjut Embiyarman, merupakan upaya strategis pemerintah untuk menyeimbangkan kepentingan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Ia menegaskan, program ini tidak ditujukan untuk merugikan rakyat kecil, tetapi untuk menata kembali kawasan konservasi agar lestari tanpa menimbulkan konflik sosial.
“Kalau ada yang menguasai ribuan hektare, tentu bukan masyarakat kecil. Program ini menyasar warga yang benar-benar menggantungkan hidup dari lahan kecil di bawah lima hektare,” tegasnya.
Program pemulihan TNTN menjadi bagian dari agenda nasional yang dibahas dalam rapat di Kejaksaan Agung pada 12 September 2025. Dalam rapat itu, Gubernur Riau Abdul Wahid ditunjuk sebagai ketua pelaksana percepatan pemulihan TNTN. Penunjukan tersebut sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.
“Kewenangan itu menjadi dasar bagi Gubernur Abdul Wahid untuk menindaklanjuti kebijakan pemulihan TNTN. Semua langkah tetap berpedoman pada kebijakan nasional, bukan keputusan sepihak,” jelas Embiyarman.
Kebijakan ini juga sejalan dengan visi Gubernur Abdul Wahid dan Wakil Gubernur SF Hariyanto, yakni Riau Berdeleau: Riau yang Berbudaya Melayu, Dinamis, Ekologis, Agamis, dan Maju. Pemerintah menargetkan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan sebagai fondasi utama.
“Prinsipnya, kami ingin kesejahteraan masyarakat meningkat, tapi alam tetap terjaga. Itu makna dari pembangunan berkelanjutan,” imbuhnya.
Embiyarman mengakui, pelaksanaan program ini tidak mudah. Diperlukan pendekatan humanis dan komunikasi intensif antara pemerintah dan masyarakat.
“Pemerintah tidak ingin memutuskan secara sepihak. Kami ingin bicara dari hati ke hati, karena yang kita jaga bukan hanya kawasan hutan, tetapi juga kehidupan,” katanya penuh harap.
Pemulihan ekosistem TNTN sendiri merupakan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Kawasan konservasi seperti TNTN berperan menjaga keseimbangan ekologis, melestarikan keanekaragaman hayati, dan meningkatkan kesejahteraan manusia.
Selain fungsi ekologis, TNTN juga memberi manfaat ekonomi melalui pengembangan ekowisata, hasil hutan bukan kayu, dan perhutanan sosial. Aktivitas konservasi bahkan mampu membuka lapangan kerja baru dan mengurangi risiko bencana seperti kebakaran hutan dan kabut asap.
Lebih jauh, TNTN merupakan habitat penting bagi satwa langka seperti gajah sumatra. Pemulihan kawasan hutan akan mengurangi konflik manusia-satwa dan memastikan keberlangsungan populasi secara alami. Dari sisi strategis, TNTN juga berperan sebagai koridor ekosistem penting di Pulau Sumatra.
Dengan demikian, kebijakan pemulihan dan penataan TNTN sejatinya berpihak pada dua hal: pelestarian alam dan perlindungan hak masyarakat. Pemerintah berupaya menjadikan konservasi sebagai sumber kesejahteraan, bukan ancaman.
“Pemulihan Tesso Nilo bukan hanya tentang menyelamatkan hutan, tapi tentang menjaga kehidupan — bagi manusia, satwa, dan masa depan bumi yang lebih lestari,” tutup Embiyarman.