www.riau12.com
Minggu, 21-09-2025 | Jam Digital
16:00 WIB - Si Jago Merah Mengamuk di Pekanbaru, Usaha Rumah Makan hingga Bengkel Ban Hangus Tak Bersisa | 15:56 WIB - Comeback Gemilang! Chico Wardoyo Kalahkan Wang Po Wei dan Amankan Tiket Semifinal Indonesia Masters | 15:47 WIB - Kemendikdasmen Tegaskan Belum Ada Aturan Wajib Satu Tahun PAUD Sebelum Masuk SD | 15:40 WIB - Oknum Polisi di Dumai Ditangkap dengan 1 Kg Sabu, Polda Riau Pastikan Tak Ada Kompromi | 15:34 WIB - Zaenurrohman: Skema NCBAF di RUU Perampasan Aset Bisa Rugikan Publik Tanpa Putusan Pengadilan | 15:29 WIB - Amoeba Pemakan Otak’ Serang Kerala, Pasien Dari Bayi 3 Bulan Hingga Lansia 91 Tahun
 
Zaenurrohman: Skema NCBAF di RUU Perampasan Aset Bisa Rugikan Publik Tanpa Putusan Pengadilan
Sabtu, 20-09-2025 - 15:34:13 WIB

TERKAIT:
   
 

Riau12.com-Yogyakarta, – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang tengah dibahas di DPR mendapat kritik dari kalangan akademisi. Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenurrohman, menilai sejumlah ketentuan dalam RUU tersebut berpotensi membuka ruang penyalahgunaan kewenangan atau abuse of power.

Problem utama, menurut Zaenurrohman, terletak pada penggunaan skema nonconviction based asset forfeiture (NCBAF), yaitu mekanisme perampasan aset tanpa menunggu adanya putusan pidana dari pengadilan.

“Dari pasal pertama sampai pasal terakhir itu bermasalah. Semuanya membuka ruang abuse of power karena menggunakan NCBAF. Jadi tanpa pemidanaan, aset bisa dirampas,” ujar Zaenurrohman di Yogyakarta, Jumat (19/9/2025).

Ia menilai konsep tersebut rawan bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia (HAM). Menurutnya, dalam hukum pidana, perampasan aset seharusnya dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang membuktikan tindak pidana.

“Kalau NCBAF diterapkan, tidak perlu ada pembuktian pidana, tapi aset bisa langsung dirampas. Itu bentuk pelanggaran HAM,” tambahnya.

Meski begitu, Zaenurrohman tidak sepenuhnya menolak mekanisme NCBAF. Ia menekankan, jika diterapkan, harus ada kontrol ketat di setiap tahapan, termasuk izin dari hakim sebelum aset dirampas.

Selain itu, ia juga mengkritisi rencana penempatan kewenangan pengelolaan aset di bawah kejaksaan. Hal ini menurutnya berisiko menimbulkan konflik kepentingan, karena kejaksaan sudah memegang peran penting mulai dari penyidikan, penuntutan, hingga pengelolaan aset.

“Jika semua kewenangan menumpuk di satu lembaga, potensi abuse of power sangat besar. Idealnya, fungsi itu dipisah, misalnya penyidik dan penuntut ada di kejaksaan, sedangkan pengelolaan aset diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN),” jelasnya.

Dengan pemisahan tersebut, Zaenurrohman berharap risiko tumpang tindih kewenangan dapat diminimalisir, sekaligus menjaga integritas proses perampasan aset di Indonesia.




 
Berita Lainnya :
  • Zaenurrohman: Skema NCBAF di RUU Perampasan Aset Bisa Rugikan Publik Tanpa Putusan Pengadilan
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
     
    TERPOPULER
    1 Anak SMA ini Mengaku Dengan "OM" atau "Pacar" Sama Enaknya, Simak Pengakuannya
    2 Azharisman Rozie Lolos Tujuh Besar Seleksi Sekdaprov Riau, 12 Orang Gugur
    3 Tingkatkan Pelayanan dan Tanggap dengan pengaduan masyarakat
    Lusa, Camat Bukit Raya Lauching Forum Diskusi Online
    4 Pemko Pekanbaru Berlakukan Syarat Jadi Ketua RT dan RW Wajib Bisa Operasikan Android
    5 Inilah Pengakuan Istri yang Rela Digarap 2 Sahabat Suaminya
    6 Astagfirullah, Siswi Di Tanggerang Melahirkan Di Tengah Kebun Dan Masih Memakai Seragam
    7 Lima Negara Ini Di cap memiliki Tingkat Seks Bebas Tertinggi
    8 Langkah Cepat Antisipasi Banjir, PU Bina Marga Pekanbaru Lakukan Peremajaan Parit-parit
    9 Selingkuh, Oknum PNS Pemprov Riau Dipolisikan Sang Istri
    10 Dosen Akper Mesum Dengan Mahasiswinya di Kerinci Terancam Dipecat
     
    Pekanbaru Rohil Opini
    Redaksi Disclaimer Pedoman Tentang Kami Info Iklan
    © 2015-2022 PT. Alfagaba Media Group, All Rights Reserved