Tagihan Pajak Tak Wajar Diterima Warga Picu Kontroversi, Kinerja DJP dan Kemenkeu Disorot
Riau12.com-JAKARTA – Tagihan pajak yang tidak wajar yang diterima oleh beberapa wajib pajak di Indonesia kembali memicu kontroversi publik. Kali ini, dua kasus mencuri perhatian—Ismanto, seorang buruh jahit lepas dari Pekalongan, dan Antono, seorang pengusaha bahan bangunan dari Bojonegoro. Mereka berdua menerima tagihan pajak yang jumlahnya fantastis, jauh di atas kemampuan dan penghasilan mereka.
Ismanto, yang tinggal di Desa Coprayan, Pekalongan, Jawa Tengah, terkejut saat mendapati tagihan pajak mencapai Rp3,2 miliar. Pria 32 tahun ini mengaku bahwa penghasilannya sebagai buruh jahit lepas tak pernah mendekati angka tersebut. "Saya kaget, saya cuma buruh jahit lepas, mana mungkin saya bisa bayar segitu," ujar Ismanto, saat ditemui bersama istrinya, Ulfa (27).
Tak hanya Ismanto, Antono, seorang penjual bahan bangunan di Bojonegoro, Jawa Timur, juga mendapat tagihan pajak yang jauh dari rasionalitas—Rp10,4 miliar. Menurut Antono, pihak pajak sempat menawarkan "pemutihan" dengan meminta pembayaran Rp600 juta, namun karena tak mampu membayar, Antono pun menolak tawaran tersebut. Keputusannya itu ia ungkapkan melalui media sosial, menyuarakan keprihatinan rakyat kecil yang merasa terdzalimi.
Kecaman terhadap Sistem Pajak yang Tidak Akuntabel
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Rinto Setiyawan, mengungkapkan keprihatinannya terhadap banyaknya kasus serupa yang terjadi di lapangan. Ia menilai bahwa kejadian ini mencerminkan carut-marutnya sistem perpajakan Indonesia dan lemahnya pengawasan terhadap praktik oknum di Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
“Banyaknya kasus tagihan pajak yang tidak masuk akal menunjukkan bahwa sistem pengawasan dan penegakan hukum di DJP dan Kemenkeu masih sangat lemah. Ini menjadi bukti nyata bahwa reformasi sistem perpajakan harus segera dilakukan,” ujar Rinto.
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Ketua Perkumpulan Profesi Pengacara dan Praktisi Pajak Indonesia (P5I), Alessandro Rey. Menurutnya, proses administratif dan prosedural yang tepat dalam penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) tidak mungkin menghasilkan angka sebesar itu tanpa adanya pemeriksaan yang sah.
“Jika ini bukan SKP, namun Surat Tagihan Pajak (STP), tetap saja harus ada proses pemeriksaan yang menyeluruh sebelum tagihan dikeluarkan. Hal ini patut diduga sebagai ulah oknum yang tidak bertanggung jawab,” ungkap Alessandro.
Tuntutan Transparansi dan Perubahan Sistem
Atas dasar itu, IWPI mendesak Kementerian Keuangan dan DJP untuk segera melakukan investigasi yang transparan dan terbuka terhadap oknum yang terlibat dalam kasus-kasus ini. Rinto menegaskan bahwa masyarakat berhak mengetahui siapa saja yang terlibat dan bertanggung jawab atas kebijakan yang merugikan rakyat kecil.
"Publik berhak tahu siapa yang bermain di balik kasus ini. Jangan biarkan rakyat kecil terus menjadi korban dari ketidakteraturan yang ada di tubuh DJP," tegasnya.
Kasus-kasus ini membuka mata banyak pihak tentang pentingnya reformasi sistem perpajakan Indonesia. Sebagai lembaga yang memiliki peran strategis dalam mengumpulkan pendapatan negara, DJP dan Kemenkeu dituntut untuk memastikan agar sistem perpajakan yang ada lebih adil dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Masyarakat Menanti Perubahan yang Nyata
Tantangan bagi pemerintah sekarang adalah untuk menanggapi kasus ini dengan langkah konkret. Tidak hanya sekadar melakukan investigasi, tetapi juga mengimplementasikan reformasi yang lebih luas dan memastikan agar rakyat tidak terus-menerus terjebak dalam sistem yang tidak berpihak kepada mereka. Kasus ini memberi pesan kuat tentang pentingnya pengawasan yang ketat dan penerbitan tagihan yang akurat serta adil.
“Ini saatnya untuk melakukan perubahan nyata dalam sistem perpajakan. Jangan biarkan ketidakadilan ini terus berlangsung. Semua pihak, baik DJP, Kemenkeu, maupun pemerintah daerah, harus bekerja sama untuk membangun sistem yang lebih transparan dan akuntabel,” pungkas Rinto Setiyawan.
Dengan sorotan yang terus mengarah pada DJP dan Kemenkeu, masyarakat Indonesia kini menantikan pembenahan yang signifikan agar insiden serupa tak lagi terulang dan keadilan pajak benar-benar dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. (***)
Sumber: Goriau
Komentar Anda :