Rumah Pensiun Jokowi di Colomadu Tembus Rp200 Miliar, Pemerhati Politik Minta BPK dan KPK Audit
  
    
      
Riau12.com-JAKARTA – Proyek pembangunan rumah pensiun untuk mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah, kembali menjadi sorotan publik. Pemerhati politik dan kebangsaan, M. Rizal Fadillah, menilai proyek senilai ratusan miliar rupiah tersebut sarat kejanggalan dan berpotensi membuka ruang praktik korupsi dari uang negara.
Menurut Rizal, sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978, mantan presiden memang berhak atas rumah yang layak dan dilengkapi fasilitas pendukung. Namun, aturan tersebut tidak mengatur nilai anggaran secara rinci. "Dulu, Presiden SBY hanya mendapat tanah seluas 1.500 meter persegi di Jakarta. Sedangkan Presiden Suharto dan lainnya menerima dalam bentuk uang tunai," ujar Rizal, Minggu (26/10/2025).
Rizal menyinggung Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 2004, yang menetapkan batas maksimal nilai rumah pensiun mantan presiden sebesar Rp20 miliar. Namun, pemerintah pada era Jokowi justru menerbitkan aturan baru melalui Permenkeu Nomor 120/PMK.06/2022 yang disebut menghapus batasan tersebut.
“Aturan baru membuka celah penyalahgunaan anggaran. APBN bisa digunakan berapa pun nilainya selama luas tanah sesuai ketentuan. Ini membuka ruang korupsi,” tegas Rizal.
Lebih lanjut, Rizal menyebut proyek rumah Jokowi dibangun di atas tanah seluas 12.000 meter persegi di Jalan Adi Sucipto, Colomadu. Berdasarkan keterangan warga setempat, harga tanah di kawasan itu berkisar Rp15–17 juta per meter persegi, sehingga total nilai tanah saja diperkirakan mencapai Rp120 miliar. “Itu baru harga tanah, belum termasuk bangunan. Maka wajar jika total nilai proyek ini bisa tembus Rp200 miliar,” ujarnya.
Rizal menilai perlu ada audit menyeluruh dari BPK dan penyelidikan dari KPK, mengingat terdapat ketimpangan antara kebijakan lama dan baru, baik dari segi nilai maupun proses pengadaan. “Ada aroma penyimpangan pada pengadaan lahan dan pembiayaannya. Dibandingkan presiden-presiden sebelumnya, ini yang paling mahal dan paling luas,” katanya.
Ia juga mempertanyakan transparansi proyek yang dikerjakan PT Tunas Jaya Sanur, kontraktor asal Bali, yang disebut ditunjuk tanpa proses lelang terbuka. “Apakah proyek senilai ratusan miliar bisa dilakukan dengan penunjukan langsung? Ini sangat janggal,” tambahnya.
Rizal mengungkapkan lahan proyek semula hanya 9.000 meter persegi, namun kemudian melebar menjadi 12.000 meter persegi setelah pembelian tambahan dari dua pemilik berbeda. Kepala desa setempat bahkan mengaku tidak mengetahui proses transaksi jual beli tersebut.
Lebih jauh, Rizal menuding Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengetahui proses tersebut. “Sri Mulyani membuat aturan yang membuka celah penyimpangan, sementara Pratikno mengelola hadiah negara itu. Ini bukan sekadar hadiah, tapi proyek besar yang diduga disusun dengan rapi,” ujarnya.
Rizal menegaskan bahwa rumah pensiun presiden seharusnya mencerminkan nilai kesederhanaan dan akuntabilitas. “Jokowi selalu bicara soal hidup sederhana, tapi rumah pensiunnya justru mewah dan menguras APBN. Ini kontradiksi yang mencolok,” tegasnya.
Ia menutup dengan desakan agar BPK dan KPK segera turun tangan untuk mengaudit proyek tersebut. “Ada potensi penyimpangan dalam pembelian tanah dan pembangunan rumah Jokowi di Colomadu. Rakyat perlu tahu kebenarannya,” pungkas Rizal.
	
    
    
	
	
Komentar Anda :