Duh, Mutasi Jaksa di Kejagung Dipertanyakan
Jumat, 20-11-2015 - 16:33:01 WIB
JAKARTA,Riau12.com-Perotasian atau mutasi jabatan dalam rangka jenjang karier di institusi Kejaksaan menjadi sorotan tajam. Berbagai faktor disinyalir menjadi penyebab munculnya masalah dalam promosi jabatan seorang jaksa baik di tingkat struktural maupun fungsional.
Pakar hukum tata negara, Amril Sihombing menilai, tertutupnya informasi mekanisme penilaian dan seleksi jaksa di institusi Kejaksaan menjadi salah satu faktor yang dipertanyakan.
"Contoh saja promosi Jaksa KPK Yudi Kristiana, lalu eks Kajari Pontianak, promosi Direktur Penyidikan Pidsus Maruli Hutagalung, lalu yang terbaru persaingan merebut kursi Kepala Kejati DKI Jakarta," kata Amril, Jumat (20/11/2015).
Menurutnya, sesuai aturan perundang-undangan, baik promosi dan mutasi jaksa harus dilihat dari track record (rekam jejak) yang bersangkutan secara kualitas dan kuantitasnya. Sangat disayangkan, kata dia, jika ada oknum jaksa yang tidak berprestasi dan diduga terlibat suatu pidana justru dipromosikan.
"Meski sudah ada aturan maupun standard operasional prosedur yang berlaku, sepertinya bidang pembinaan Kejaksaan Agung tidak mengimplementasikan apa yang sudah ada dalam aturan tersebut. Wajah penegakan hukum di Indonesia makin tercoreng, sekaligus tidak sesuai Nawacita Jokowi," imbuhnya.
Menurutnya, proses mutasi ataupun promosi seorang jaksa harus berdasarkan kompetensi dan berbasis kinerja yang profesional. Maka penempatan itu harus dilakukan dengan melihat masa bakti kerja para jaksa itu sendiri untuk di-rolling.
"Jika sistem promosi mutasi berjalan profesional, maka jaksa akan memiliki motivasi untuk bekerja secara profesional dan berintegritas," ucapnya.
Adapun mengenai isu terjadinya transaksional dalam mutasi para jabatan yang beredar di tengah masyarakat, Amril menyatakan jika benar demikian maka Jaksa Agung Pembinaan (Jambin) melanggar Peraturan Jaksa Agung RI Nomor PER-067/A/JA/07/2007.
"Perja itu terdiri dari 14 kewajiban dan delapan larangan. Salah satu kewajiban Jaksa butir huruf (a). Mentaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku. Larangan bagi Jaksa butir huruf (a). Menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain. Sedangkan, butir huruf (f) dilarang bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun," bebernya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) mengevaluasi kondisi ini. Sebab, mutasi dan promosi harus dilakukan kepada jaksa yang memiliki wawasan ilmu pengetahuan.
Ia berharap jika Jaksa Agung HM Prasetyo jadi dicopot oleh Presiden Jokowi. Jaksa Agung yang baru menurutnya harus bisa memperbaiki sumber daya manusia di Kejaksaan dan memenuhi sistem angggaran.
"Reformasi birokrasi Kejaksaan harus dilakukan oleh Jaksa Agung yang baru nanti berjalan. Karena, salah satu mandat dalam Inpres 7 Tahun 2015 dan Program Nawacita untuk dilaksanakan oleh Kejaksaan adalah melakukan lelang jabatan strategis pada lembaga penegak hukum dan pembentukan regulasi tentang penataan aparat penegak hukum," tutupnya.(r12/okz)
Komentar Anda :