Proyek Strategis Blok Rokan Dikritik, BPKP: Tidak Ada Audit atau Temuan Kerugian
Jumat, 12-09-2025 - 15:22:34 WIB
Riau12.com-Pekanbaru – Proyek pembangunan pipa minyak mentah sepanjang 342 kilometer di Blok Rokan kembali menjadi sorotan publik. Informasi yang beredar mengenai dugaan kerugian negara sebesar Rp3,3 triliun dari proyek yang dikerjakan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menuai kontroversi. Namun, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menegaskan kabar tersebut tidak benar.
Juru Bicara BPKP, Gunawan Wibisono, menyatakan pihaknya hingga kini belum melakukan audit terhadap proyek pipa Blok Rokan. "Informasi yang menyebut adanya temuan BPKP terkait dugaan kerugian Rp3,3 triliun tidak benar. BPKP berkomitmen mengedepankan akuntabilitas, transparansi, serta integritas dalam menjalankan fungsi pengawasan intern pemerintah," jelas Gunawan, Kamis (11/9/2025).
Gunawan menambahkan, publik diimbau untuk selalu merujuk pada informasi resmi agar tidak terjadi kesalahpahaman. “Kami tidak melakukan pengawasan atau audit proyek pipa Blok Rokan hingga saat ini,” tegasnya.
Meski begitu, kritik tetap muncul dari pihak eksternal. Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, menilai proyek yang dimulai sejak 2019 ini memiliki potensi masalah dan merugikan negara. “Audit BPKP disebut menemukan dugaan kerugian Rp3,3 triliun. Kami meminta Kejaksaan Agung menindaklanjuti,” ujarnya.
Proyek pipa minyak Blok Rokan sendiri dimulai setelah alih kelola dari Chevron ke Pertamina. Menteri ESDM saat itu, Ignatius Jonan, menugaskan pembangunan pipa baru untuk menggantikan infrastruktur lama yang telah beroperasi lebih dari 50 tahun. Dengan nilai investasi lebih dari Rp4,6 triliun atau sekitar 300 juta dolar AS, proyek ini dinilai krusial bagi ketahanan energi nasional.
Pipa minyak ini diharapkan menyalurkan minyak mentah secara lebih aman dan efisien, mendukung program ketahanan energi Presiden Prabowo Subianto. Namun, publik kini menanti kejelasan apakah tudingan kerugian Rp3,3 triliun benar adanya atau sekadar informasi keliru yang perlu diluruskan lembaga hukum terkait.
Komentar Anda :