Persidangan Pertamina: Mantan Dirut Karen Agustiawan Buka Fakta Tekanan Pusat di Balik Sewa Tangki
  
    
      
Riau12.com-JAKARTA – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina kembali mengungkap babak baru. Mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, menegaskan bahwa penyewaan tangki bahan bakar milik Oil Tanking Merak (OTM) bukan inisiatif perusahaan, melainkan dampak langsung dari kebijakan pemerintah untuk menambah stok BBM nasional.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/10/2025), Karen tampil sebagai saksi untuk terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza, pemilik manfaat PT Tangki Merak dan PT OTM. Ia menyampaikan bahwa pemerintah pernah menekan Pertamina agar menaikkan stok cadangan BBM nasional dari 18 hari menjadi 30 hari.
“Sebetulnya, untuk operasional sudah cukup. Tapi kemudian muncul permintaan agar stok nasional ditingkatkan menjadi 30 hari. Itu yang saya nilai sebagai pengalihan tanggung jawab dari pemerintah kepada Pertamina,” ujar Karen.
Karen menjelaskan bahwa kebijakan tersebut memaksa Pertamina mencari kapasitas penyimpanan tambahan, termasuk melalui penyewaan tangki OTM di Merak, murni untuk memenuhi permintaan pemerintah, bukan karena kebutuhan bisnis perusahaan.
“OTM itu untuk menambah stok nasional, bukan untuk kebutuhan bisnis Pertamina. Ini bukan inisiatif korporasi,” tegasnya.
Jaksa penuntut umum sempat menyinggung pengunduran dirinya dari jabatan Dirut Pertamina terkait kontrak sewa tangki tersebut. Karen menepis tudingan itu, menekankan bahwa keputusan mundur karena perbedaan prinsip dengan pemerintah terkait beban yang tidak seharusnya ditanggung BUMN.
“Masalahnya bukan pada OTM, tapi karena Pertamina diminta menambah stok nasional yang bukan tanggung jawab korporasi. Kalau dipaksakan, itu akan menekan keuangan perusahaan,” jelas Karen.
Ia juga menguraikan besarnya beban keuangan yang harus ditanggung Pertamina jika stok BBM ditambah hingga 30 hari, sekitar 3,75 miliar dolar, yang tidak realistis dengan cash flow perusahaan saat itu.
Majelis hakim yang diketuai Adek Nurhadi sempat menelisik adanya tekanan atau instruksi langsung dari pejabat pemerintah. Karen hanya menegaskan bahwa permintaan tersebut datang berulang kali dari pemerintah pusat, bukan dari internal Pertamina.
Karen menambahkan bahwa skema sewa tangki OTM pada awalnya bersifat komersial, disewa selama 10 tahun dengan opsi membeli 10 persen aset setelah kontrak selesai. Namun kebijakan makro pemerintah membuat langkah itu dipersepsikan berbeda.
“Rencana awalnya bersifat komersial, tapi kemudian berubah arah karena tuntutan peningkatan stok nasional. Di situlah semua persoalan bermula,” kata Karen.
Pengakuan Karen ini membuka perspektif baru dalam perkara dugaan korupsi yang menjerat sejumlah pejabat Pertamina, menunjukkan bahwa sebagian keputusan perusahaan dipengaruhi oleh tekanan kebijakan pemerintah.
“Pertamina itu BUMN, tapi dalam posisi dilematis. Kami harus efisien secara bisnis, tapi juga menjalankan perintah negara,” tutup Karen.
	
    
    
	
	
Komentar Anda :