PEKANBARU,Riau12.com-DPRD Riau merasa pesimis dengan kondisi tak diakomodirnya aspirasi masyarakat oleh pihak pemerintah, yang dijembatani anggota DPRD melalui kegiatan reses, yang rutin dilaksanakan tiga kali dalam setahun.
Namun tidak banyak yang bisa dilakukan oleh anggota DPRD. Kalau pun akan melakukan judicial review, pihak DPRD terkungkung oleh undang-undang, dan tidak bisa melakukan hal tersebut.
Anggota Komisi D DPRD Riau, Abdul Wahid mengatakan, dengan tidak diakomodirnya hasil reses anggota dewan tersebut, artinya menurut Wahid salah satu fungsi anggota dewan, yakni fungsi budgeting sudah hilang, dan DPRD pun tak berfungsi lagi.
"Kita pesimis dengan kondisi hari ini. Kalau begini terus DPRD ini tak ada gunanya lagi. Kalau budgeting sudah tidak ada lagi, ya sudah, tidak usah ada reses lagi, karena semua aspirasi masyarakat itu pada umumnya berkaitan dengan angka-angka," kata Wahid, Jumat (12/2).
Wahid juga menilai, pihak eksekutif tidak memiliki perencanaan dalam penganggaran APBD, sehingga punya pemahaman yang berbeda dalam perencanaan pembangunan. Padahal dalam undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, di pasal 3 ayat 20 dinyatakan, DPRD dapat mengajukan usulan yang dapat mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam rancangan peraturan daerah tentang APBD.
"Jadi aturannya sangat jelas, jangankan dalam RAPBD, dalam APBD saja DPRD bisa mengusulkan program dan mengubah nomenklatur dalam APBD," imbuhnya.
ikatakan Wahid, undang-undang sebenarnya tidak ada persoalan, namun yang bermasalah adalah turunan aturannya, misalnya peraturan menteri, atau peraturan pemerintah. Dengan banyaknya aturan tersebut, sehingga anggaran tak lagi berbasis kepentingan masyarakat.
"Undang-undang sebenarnya sudah benar, yang salah itu PP-nya, dan juga peranturan mendagri. Terlalu banyak aturan. Menurut saya anggaran itu tak berbasis kepentingan masyarakat," tuturnya.
Ketua Fraksi PKB DPRD Riau ini juga mengatakan, perjuangan aspirasi masyarakat oleh anggota dewan cukup berliku, dan pada akhirnya tidak masuk dalam program APBD. Dengan demikian, pihak DPRD merasa malu dengan masyarakat.
"Sehingga kawan-kawan DPRD merasa malu dengan masyarakat, karena tidak bisa memperjuangkan aspirasi masyarakat. Makanya timbul persepsi DPRD pembual," tuturnya.
Tidak hanya itu, bantauan keuangan untuk kabupaten/kota menurut Wahid juga sering dikeluhkan oleh masyarakat. Karena seperti bantuan keuangan pada tahun 2015 lalu, anggaran ditransfer ke daerah pada bulan Desember, menjelang batas waktu penggunaan anggaran.
"Bankeu dikirim, tapi transfernya mepet-mepet, masa bulan Desember baru ditransfer. Itu pada ngamuk-ngamuk semua kepala desa, pada nelpon saya semua," imbuhnya.(r12/tp)
Komentar Anda :