M4CR Pulihkan Pesisir Riau, Mangrove Jadi Kunci Ekonomi dan Ketahanan Masyarakat Jumat, 26/09/2025 | 15:40
Riau12.com-INHIL – Hamparan kebun kelapa mati di Desa Kuala Selat, Indragiri Hilir (Inhil), Riau, menjadi pemandangan tragis yang menggambarkan dampak jebolnya tanggul beberapa tahun lalu. Ribuan hektare kebun kelapa yang pernah menjadi sumber penghidupan masyarakat kini mati terserang abrasi dan air laut pasang. Namun, proyek Mangroves for Coastal Resilience (M4CR) hadir bukan sekadar menanam mangrove, tetapi juga menanam harapan baru bagi warga pesisir.
Pertemuan dengan juru kunci program M4CR berlangsung di Sungai Guntung pada akhir September 2025, dihadiri media lokal dan nasional. Acara ini menjadi momentum untuk memaparkan upaya monumental memulihkan pesisir Riau yang kian rentan.
“Deforestasi habitat mangrove di pesisir kepulauan sangat mengkhawatirkan. Kehadiran M4CR menjadi jawaban dengan pendekatan 3M: Meningkatkan, Memulihkan, dan Mempertahankan,” ujar Arif Fahrurozi, Manager PPIU M4CR Provinsi Riau.
Indonesia memiliki 3,4 juta hektare mangrove, 20% dari total dunia, menjadikan negeri ini tuan rumah mangrove terbesar. Pada 2024, M4CR Riau telah berhasil merehabilitasi 1.683 hektare dengan melibatkan 1.128 masyarakat, termasuk sistem pembayaran non-tunai untuk memastikan akuntabilitas.
Kuala Selat: Episentrum Kerusakan dan Harapan
Ribuan pohon kelapa yang dulu menjadi "emas hijau" kini berdiri kaku, meninggalkan batang tanpa kepala, menjadi simbol kegagalan melawan alam. Total kerusakan mencapai 1.800 hektare kebun kelapa rakyat.
“Kerugian ekonominya sangat luar biasa. Kami merencanakan rehabilitasi 429 hektare bekas kebun kelapa yang terendam air asin di Kuala Selat,” tambah Arif Fahrurozi.
Proyek M4CR tidak hanya fokus pada rehabilitasi ekosistem, tetapi juga membangun ketahanan ekonomi masyarakat melalui skema padat karya, sekolah lapang, dan pemberdayaan UMKM, termasuk pembesaran kepiting dan produksi madu kelulut.
“Peningkatan kesejahteraan adalah kunci bagaimana kita mampu menjaga dan meningkatkan ekosistem mangrove,” tegas Arif Fahrurozi.
Suara dari Pelaku Utama
Warga lokal menjadi ujung tombak proyek ini. Nurizawati, Ketua KTH Mekar Bersama, menekankan peran perempuan dalam pembibitan, penanaman, dan persiapan logistik. Sementara Husni Tamrin, Ketua KUPS Madu Kelulut Sejahtera, menunjukkan produk madu hasil pemberdayaan M4CR yang kini dipromosikan hingga ke Pekanbaru dan Banyuwangi.
Meski menghadapi tantangan teknis seperti medan lumpur dan logistik bambu untuk penanaman mangrove, masyarakat tetap optimistis. Poryanto, Ketua KTH Selat Berseri, mengatakan, “Anak-anak mau sekolah jadi terbeban. Tapi dengan adanya M4CR, kita bisa membangun kembali mata pencaharian.”
Menanam Mangrove, Menanam Masa Depan
Senja mulai menyapu Kuala Selat, siluet kebun kelapa mati mulai mengecil digantikan bibit-bibit mangrove yang segar. M4CR hadir sebagai katalisator, memadukan ilmu, pendanaan, dan keterlibatan masyarakat. Proyek ini membuktikan bahwa rehabilitasi ekosistem harus berjalan beriringan dengan pemulihan ekonomi masyarakat agar hasilnya berkelanjutan.
“Kami berharap ke depannya bisa ada batu pemecah ombak, supaya kebun masyarakat yang di atas mangrove bisa dikelola lagi dan perekonomian meningkat,” pungkas Poryanto.
Kisah Kuala Selat menjadi pelajaran penting bahwa keberhasilan pemulihan pesisir tidak hanya ditentukan oleh penanaman mangrove, tetapi juga oleh kesejahteraan dan semangat masyarakat sebagai penopang utama.