Rumah Dinas Lapas Tembilahan Disewakan untuk Usaha, Praktisi Hukum: Rawan Penyalahgunaan Selasa, 09/09/2025 | 09:02
Riau12.com-TEMBILAHAN – Rumah dinas milik Lapas Kelas IIA Tembilahan yang berlokasi di Jalan M Boya, tepat di samping Kantor BNI, diduga telah lama beralih fungsi. Alih-alih ditempati petugas, aset negara tersebut kini disewakan kepada pihak swasta dan dimanfaatkan untuk aktivitas usaha sehari-hari.
Pantauan di lapangan, papan bertuliskan “Rumah Negara Lapas Kelas IIA Tembilahan Kanwil Kemenkumham Riau” masih terpampang jelas di bangunan itu. Namun, di bagian depan justru terlihat aktivitas bisnis yang berjalan rutin, menimbulkan tanda tanya apakah aset negara boleh dijadikan ladang usaha dengan pola pembayaran ganda.
Skema Sewa Ganda
Hasil penelusuran wartawan menemukan, Leni, salah satu penyewa, mengaku membayar sewa sebesar Rp31 juta per tahun ditambah Rp1 juta per bulan. Jika ditotal, pembayaran yang dikeluarkan mencapai sekitar Rp43 juta per tahun.
“Benar, kami nyewa. Pembayaran langsung kami serahkan ke Lapas Tembilahan,” kata Leni, Senin (8/9/2025).
Kepala Lapas Kelas IIA Tembilahan, Prayitno, saat dikonfirmasi tidak menampik adanya praktik penyewaan tersebut. Namun, ia berdalih yang disewakan bukan rumah negara, melainkan lahan kosong di depan rumah dinas yang dianggap sudah tidak layak huni.
Ia memaparkan, terdapat dua mekanisme pembayaran. Pertama, Rp1 juta per bulan disetorkan ke rekening bendahara Lapas untuk masuk ke kas negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kedua, Rp25 juta per tahun masuk ke kas koperasi Lapas Kelas IIA Tembilahan. Jika dijumlahkan, total pembayaran mencapai Rp35 juta per tahun.
Menurutnya, skema tersebut telah sesuai aturan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Dinilai Bermasalah
Meski demikian, pola pembayaran ganda ini menimbulkan pertanyaan serius. Mengapa sebagian dana masuk ke kas negara, sementara sebagian lainnya mengalir ke koperasi internal?
Praktisi hukum Maryanto, SH, menilai mekanisme tersebut rawan konflik kepentingan.
“Kalau aset negara dimanfaatkan untuk komersial, seluruh penerimaan wajib masuk ke kas negara. Tidak boleh ada percabangan ke koperasi. Kalau ada, ini bisa disebut double payment yang berpotensi disalahgunakan,” tegas Maryanto.
Ia menambahkan, koperasi internal tidak memiliki kewenangan untuk memungut biaya dari aset negara.
Sorotan Publik
Kasus ini kembali membuka problem klasik dalam pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), khususnya di daerah. Tidak jarang, aset negara yang seharusnya dimanfaatkan untuk fasilitas publik justru berubah menjadi lahan bisnis produktif dengan mekanisme yang tak sepenuhnya transparan.
Kini, sorotan publik tertuju pada Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Keuangan sebagai otoritas tertinggi dalam pengelolaan BMN. Masyarakat menunggu kejelasan: apakah pola sewa ganda di Lapas Tembilahan ini sah sesuai aturan, atau justru sebuah bentuk penyalahgunaan kewenangan.