Baru Diungkap Sekarang, Ternyata Kematian Anak Gajah Yuni Telah Mati Sejak 11 April 2025, BBKSDA Tutupi Informasi? Rabu, 13/08/2025 | 13:09
Riau12.com-PEKANBARU - Kabar duka menyelimuti dunia konservasi satwa liar di Riau. Seekor anak gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) betina bernama ‘Yuni’, yang sempat dievakuasi dari alam liar, dilaporkan telah mati sejak 11 April 2025. Namun, informasi ini baru diungkap ke publik pada Selasa (12/8/2025) — bertepatan dengan peringatan Hari Gajah Sedunia, memunculkan spekulasi bahwa telah terjadi penundaan informasi oleh pihak terkait.
Keterlambatan pengumuman kematian satwa dilindungi ini pun menimbulkan pertanyaan publik. Apakah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menutupi informasi tersebut?
Menanggapi tudingan tersebut, Kepala BBKSDA Riau, Supartono, menegaskan bahwa tidak ada upaya untuk menyembunyikan fakta kematian Yuni. Ia menyebut keterlambatan disebabkan oleh proses pengujian laboratorium yang memerlukan waktu.
“Gak ditutupi. Kami memang menunggu hasil dua kali tes laboratorium, agar informasi yang kami sampaikan ke publik benar-benar akurat,” ujar Supartono, Selasa (12/8).
Yuni pertama kali dievakuasi pada 10 Maret 2025 dari Desa Gunung Mulya, Kecamatan Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar, setelah ditemukan dalam kondisi terpisah dari induknya. Tim BBKSDA berupaya mengembalikannya ke kelompok gajah liar, namun gagal. Ia kemudian dipindahkan kenPusat Latihan Gajah (PLG) Minas, dan selanjutnya ke PLG Sebanga, Bengkalis.
Upaya untuk menjadikan gajah betina dewasa sebagai induk asuh juga tidak berhasil. Yuni menolak asupan makanan, termasuk susu formula, dan mengalami stres berat.
“Kami sudah berikan nutrisi tambahan, infus, dan perawatan intensif. Namun kondisi kesehatannya terus menurun. Hingga akhirnya Yuni dinyatakan mati pada 11 April,” kata Supartono seperti dikutip dari tribunpekanbaru.
Untuk memastikan penyebab kematian, tim medis melakukan nekropsi (bedah bangkai) dan mengirimkan sampel organ ke dua laboratorium, yakni Medica Satwa Laboratories di Bogor dan Laboratorium Histopatologi IPB.
Hasil pengujian menunjukkan Yuni negatif dari virus Elephant Endotheliotropic Herpes Virus (EEHV) yang sering mematikan anak gajah. Namun, hasil uji histopatologi menunjukkan tiga penyebab utama kematian, yaitu pneumonia akut, perdarahan pada paru-paru menyebabkan gagal napas.
Kemudian gastroenteritis, yaitu peradangan pada lambung dan usus yang menyebabkan dehidrasi, malnutrisi, dan syok hipovolemik. Lalu stres berat, yang akibat terpisah dari induk dan penolakan dari gajah lain, Yuni mengalami penurunan imunitas yang membuatnya rentan terhadap berbagai penyakit.
“Stres adalah faktor yang sangat berkontribusi. Ini membuat tubuh Yuni tidak mampu melawan infeksi dan mempercepat kondisi kritisnya,” jelas Supartono.
Menanggapi kejadian menyedihkan ini, BBKSDA Riau menyatakan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penanganan kasus-kasus penyelamatan satwa liar, khususnya anak gajah.
“Kami akan memperketat pemeriksaan kesehatan, menyesuaikan formula nutrisi, dan meningkatkan sistem perawatan untuk kasus-kasus serupa. Tujuannya agar kejadian seperti ini tidak terulang,” tegasnya. (***)