Manfaat Wakaf di Balik Kemajuan Negeri Ottoman Kamis, 25/07/2024 | 10:26
Riau12.com- - Prof Bahaeddin Yediyildiz dan Nazif Ozturk dalam artikel “The Habitable Town and the Turkish Waqf System” (1996) mengatakan, kesejahteraan yang dicapai Kekhalifahan Turki Utsmaniyah atau Ottoman pada masa keemasan berkaitan dengan efektivitas pengelolaan wakaf. Daulah Islam tersebut terbilang sukses mempraktikkan amalan ini secara komprehensif. Hal itu terutama ditunjang oleh berbagai kebijakan yang dibuat para sultan untuk mendorong perkembangan ibadah sosial tersebut.
Alhasil, lanjut kedua akademisi Universitas Hacettepe ini, tiap warga Turki Utsmaniyah kala itu dapat menggunakan berbagai fasilitas secara cuma-cuma. Sejak lahir hingga akhir hayatnya, mereka tidak mesti mengeluarkan uang untuk bisa mendapatkan pelayanan publik.
Singkatnya, rakyat kekhalifahan bisa hidup dengan gratis karena wakaf. “Pemberi wakaf merasakan kebahagiaan dalam membantu orang lain. Begitu pula dengan para penerima wakaf; mereka merasa tenteram lantaran kebutuhan hidupnya terpenuhi. Ini berarti kebahagiaan kolektif yang merangkul semua elemen masyarakat, tanpa konflik satu sama lain, tanpa mengurangi kesenangan satu sama lain,” tulisnya.
Yediyildiz dan Ozturk memberikan satu contoh tentang bagaimana hebatnya pengelolaan wakaf pada masa Utsmaniyah. Kulliye merupakan sebuah kompleks bangunan yang didirikan dari dana wakaf. Di dalamnya, terhimpun berbagai macam kebutuhan publik, semisal dapur umum, toko makanan, pemandian, dan sebagainya. Siapapun dapat menikmatinya secara gratis. Penamaan kompleks tersebut berasal dari kata bahasa Arab, kull, yang berarti ‘seluruhnya.’ Itu menunjukkan pemanfaatan dari area hasil wakaf itu.
Kalangan dengan ekonomi menengah dan atas kerap mewakafkan pabrik, toko, atau hotelnya. Caranya dengan membagi profit atau dividen. Tiap akhir tahun, dividen itu lantas diberikan kepada orang-orang fakir, miskin, atau yang memerlukan pertolongan. Banyak pula pengusaha yang mewakafkan lahan atau bangunan miliknya sebagai tempat berdirinya karavanserai atau han, yakni penginapan bagi musafir.
Maslahat wakaf tidak hanya dirasakan manusia. Bahkan, hewan pun menikmati kebajikan dari ibadah ini. Sebagai contoh, wakaf Pasar Kozahan yang hasil pengelolaannya dipakai untuk mendanai berbagai kegiatan operasional Masjid Agung Bursa. Salah satu alokasi wakaf itu dipakai untuk memberi makan kucing, burung, dan anjing yang kerap ditemui di jalan-jalan kota. Ini sejalan dengan tradisi masyarakat Turki yakni menaburkan gandum di puncak-puncak bukit tiap musim dingin tiba. Tujuannya adalah memberikan makan burung-burung yang kelaparan.
Kebajikan wakaf tak hanya berpusat di kota-kota, tetapi juga daerah. Ambil contoh, salah satu wilayah taklukan Utsmaniyah di Benua Eropa, yakni Balkan. Malahan, semenanjung tersebut kala itu dijuluki sebagai Negeri Wakaf. Sebab, nyaris seluruh pembangunan di sana diselenggarakan dari wakaf. Mengutip Prof Halil Inalcik dalam buku The Ottoman Empire: The Classical Age 1300-1600 (2000), ratusan bangunan berdiri dengan pengelolaan wakaf. Di Bosnia saja, daftarnya mencakup sebanyak 232 perumahan, 18 karavanserai, 32 hostel, 10 pasar, dan 42 jembatan.
Penduduk Bosnia bisa menikmati semua itu dengan gratis. Tak mengherankan bila dalam waktu relatif singkat, masyarakat setempat berduyun-duyun masuk Islam. Melonjaknya jumlah Muslimin di sana terjadi hanya dalam dua dekade pertama sejak Utsmaniyah menguasai negeri itu. Padahal, tak pernah sultan memaksakan mereka untuk memeluk Islam. Penguasa cukup menghadirkan penerapan syariat Islam yang berprinsip rahmat bagi semua (rahmatan lil ‘alamin).(***)